Jelajah Bangunan Heritage di George Town, Penang, Malaysia

Pada suatu hari kami merencanakan mengunjungi pulau Penang di Malaysia. Beberapa kali berbincang dengan teman, ada apa di Penang? Rata-rata menjawab, kalau tertarik dengan jelajah bangunan heritage di George Town, ya jalan-jalan saja jelajah kawasan.

Saya memang tertarik dengan bangun bersejarah, tentu saja mencari tahu terlebih dahulu potensi wisata kawasan tersebut.
Urutan pertama yang muncul bila mencari obyek wisata di internet adalah George Town sebagai Kawasan UNESCO World Heritage di pulau Penang. Foto-foto yang ditampilkan adalah beberapa bangunan lama karya berabad-abad yang lalu.

Saya kan jadi penasaran, apa istimewanya bangunan heritage George Town dibanding Bandung, tempat saya tinggal. Di Bandung juga banyak bangunan lama peninggalan zaman kolonial.

Sejarah George Town, Penang

peta kawasan
jalur perdagangan melalui pulau penang

Sebagai pemerhati kawasan dan pelestarian bangunan bersejarah, tak lengkap bila tidak disertai dengan mempelajari pula sejarah pulau Penang.

Apa istimewanya pulau seluas 1,048 km2 ini?

Dari SlideShare berjudul Early History of George Town, A UNESCO World Cultural Heritage Site, ada pemaparan bahwa berabad-abad yang lalu pulau kecil di selat Malaka ini merupakan tempat persinggahan penting kapal-kapal dagang dari Arab, India dan Cina.

Sejak abad ke 5 hingga ke 18, berkembang beberapa pelabuhan kecil yang menghadap Selat Malaka, yaitu Aceh, Kedah, Singapura, Penang, Siak, Jambi, dan Palembang.

Sebuah peta navigasi kuno abad ke 15 bahkan menggambarkan Laksamana Cheng Ho menandai pulau Penang sebagai tempat sandar kapal untuk dicek serta diperbaiki bila ada kerusakan, sebelum melanjutkan perjalanan ke Timur.
Seperti kita ketahui, Laksamana Cheng Ho pernah singgah di Aceh kemudian sampai juga di Semarang.

Kemudian di abad ke 16, seorang saudagar asal Inggris yang berburu rempah-rempah, transit di pulau Penang untuk mengisi air dan perbekalan kapal.

Sejak itu silih berganti, bangsa Portugis, Belanda, kemudian Inggris menguasai pulau Penang sebagai pulau strategis untuk mengontrol jalur perdagangan.

berbagai bangsa yang mengintervensi pulau penang

Sejatinya pulau Penang dimiliki oleh Sultan Kedah dan dihuni oleh warga pribumi dari ras Melayu. Pada tahun 1786 (abad ke 18) Captain Francis Light mewakili EIC (East India Company) mengajukan ke Sultan Kedah untuk menyewa pulau Penang.

Selanjutnya Light mengembangkan Tanjong Penaga sebagai kawasan perdagangan. Di kemudian hari pulau Penang bernama Princes of Wales Island dan kotanya bernama George Town.

Gelombang Imigran ke George Town

Perdagangan yang ramai mengundang gelombang imigran dari berbagai bangsa melakukan jual- beli di sini dan selanjutnya menetap. Mereka adalah para investor, pedagang, saudagar, pegawai pemerintah yang memboyong juga anggota keluarga mereka.

Pertama adalah gelombang imigran dari Eropa, menyusul saudagar Melayu dari Aceh, Minangkabau, Jawa, dan Bugis. Ditambah pula ras Melayu yang menyeberang dari Malaysia dan menetap di pulau Penang.

Di akhir abad ke 18 dan awal abad ke 19, datang lagi gelombang imigran dari daratan Cina bergabung dengan ras Tiongkok yang sudah ada sebelumnya. Gelombang imigran dari daratan Cina banyak yang menjadi pekerja tambang perak, karena waktu itu diperlukan banyak sekali tenaga kasar. Selain itu merapat pula saudagar Cina kaya raya, lebih terkenal disebut sebagai Baba Nyonya.

Gelombang imigran berikutnya datang dari India di akhir abad ke 19 dan awal abad ke 20, yang bekerja sebagai kuli pelabuhan. Mereka berasal dari berbagai wilayah di India, Punjabi, Bengali, Tamil, Gujarat, dan lain-lain.

Menyusuri Pantai George Town

Pagi itu kami sengaja datang untuk jelajah bangunan heritage di George Town. Dari hotel sesudah sarapan, kami naik grab, karena tak jauh, tarifnya 6 RM. Sebenarnya bisa pakai bus kota juga, kalau tak salah tarifnya 2 RM.

menara
Menara Jam Peringatan Jubilee Diamond Ratu Victoria (1897)

Kami didrop oleh driver tak jauh dari pelabuhan di seberang menara jam kuno. Menurut catatan, menara jam ini sebagai tugu peringatan ke 50 tahun penobatan Ratu Victoria pada tahun 1897. Kami pun jalan kaki menuju tepi pantai ke arah pelabuhan, Port of Penang.

cruiser
kapal cruiser yang sandar

Tampak sebuah kapal cruiser sedang berlabuh. Konon Penang merupakan salah satu kota yang disinggahi oleh kapal-kapal wisata yang berangkat dari dermaga di Singapura maupun dermaga lainnya, termasuk dermaga Lagoy di Pulau Bintan.

Di seberang pelabuhan ada bekas benteng, Fort Cornwallis. Benteng berbentuk bintang dengan dinding bata tebal ini menggantikan benteng kayu sebelumnya yang berasal dari tahun 1786 ketika perwira angkatan laut Inggris Francis Light mendarat dan mengklaim Penang sebagai British East India Company.

Kami datang terlalu pagi sehingga tidak masuk ke dalam benteng. Benteng ini dibuka setiap hari dari jam 9 pagi sampai 7 malam.

fort cornwallis
Fort Cornwallis

Enaknya menyusuri pantai kawasan bangunan heritage George Town ini, angin sejuk dari laut, pedestrian bersih, dan bisa jalan-jalan dengan nyaman. Kawasan pejalan kaki bernama Esplanade ini, terdapat ratusan burung merpati.

Beberapa orang tampak memberi makan atau menghalau dan mencoba mendapatkan foto shoot yang keren. Termasuk saya, walau tidak terlalu berhasil. Haha…

Cukup luas sebetulnya kalau mau menyusuri seluruh bangunan di kawasan George Town di Penang yang ditetapkan sebagai Situs Warisan Dunia Unesco pada 7 Juli 2008. Menurut catatan ada 12.000 bangunan tua yang terdiri dari ruko, gereja, masjid, kantor pemerintah, dan monumen.

Area inti dari situs ini mencakup situs-situs bersejarah George Town, termasuk kantong bersejarah Lebuh Acheh dan situs-situs seperti Masjid Melayu Lebuh Acheh, Mesjid Jalan Mesjid Kapitan Kling, Goddess of Mercy Temple, Kuil Sri Mariamman, Kuil Sri Mariamman, Khoo Kongsi, Gereja St. George, Gereja Asumsi, Institusi St. Xavier, Convent Light Street, Little India, museum dan gedung pengadilan, area komersial Beach Street, Fort Cornwallis, Esplanade, Balai Kota, dermaga klan, dan area pelabuhan.

Kami tidak menyusuri seluruh kawasan, karena matahari semakin tinggi, sehingga terlalu panas untuk jalan-jalan.

sejenak pose di depan bangunan heritage

balaikota

Penutup

Kawasan heritage atau pelestarian seperti ini memang banyak terdapat di kota-kota di negara yang pernah ada di era kolonial. Di negara Asia, tergantung pada negara mana yang pernah datang, misalnya di Indonesia ada Portugis, Inggris, dan Belanda. Di Malaysia ada Inggris. Di Vietnam pernah ada Perancis dan Inggris.

Jejak sejarah seperti ini merupakan media pembelajaran, bahwa negara-negara di Asia, termasuk Indonesia, mempunyai potensi dan daya tarik bagi negara lain. Tinggal kita harus memertahankan potensi tersebut supaya tidak kembali jatuh ke negara lain.

Membandingkan antara bangunan heritage di Pulau Penang dan Bandung. Di Pulau Penang terlihat lebih terawat dan beberapa masih berfungsi, berbeda dengan di Bandung, banyak bangunan lama tidak dipakai lagi sehingga lapuk dan rusak.

Tinggalkan komentar