Belajar Membatik di Kampung Batik Kauman, Solo

“Nanti Ibu ke mana?” tanya suami.
“Mungkin ke Kampung Batik Kauman. Waktu itu kan jalan di sana revitalisasi. Sekarang mustinya sudah selesai”.
Bulan November 2024 yang lalu saya memang ikut ke Solo, karena suami ada tugas menguji di sebuah kampus. Waktu itu jalan kecil di hampir seluruh kawasan Kampung Batik Kauman dibongkar habis, untuk perbaikan drainase.
Jarak lokasi kampung batik ke Hotel Ibis Style, Solo tempat kami menginap sebetulnya tidak jauh, hanya ~ 1 km. Niat mau jalan kaki saya urungkan karena Solo panas, akhirnya naik beca ke TKP.
Perjalanan cukup lancar, malah jadi sejuk kena angin semilir saat naik beca.

Jelajah Kampung Batik Kauman

staf toko siap menyambut wisatawan

Seperti halnya hampir semua tukang beca di kota wisata baik Solo maupun Yogyakarta, mereka pasti menurunkan di toko batik besar atau terkenal atau ke toko oleh-oleh.
Memakai bahasa Jawa, Pak Beca menawarkan menunggu untuk diantar ke toko-toko batik lainnya, jauh katanya. Saya bilang saja, tidak usah ditunggu, karena mau jalan-jalan jelajah Kampung Batik Kauman. Mau jajan, saya menambahkan…

Di depan toko besar yang saling berhadapan, sudah menunggu staf toko yang siap mempersilakan saya masuk ke toko batik untuk melihat-lihat.
Saya hanya melihat-lihat di toko pertama, karena kurang cocok motif dan harganya. Lalu menyeberang ke toko lain yang ternyata masih satu manajemen.
Sambil ngadem, saya tertarik dengan lurik warna hitam putih. Boleh dibuka untuk mematut-matut di cermin. Saya suka menjahit baju sendiri, jadi membayangkan lurik ini nantinya cocok buat apa. Tapi karena lagi-lagi harganya kurang cocok, saya kembalikan ke rak.

interior toko

Staf kemudian menawarkan ke ruang samping yang lebih kecil. “Buat oleh-oleh”, kata seorang staf. Saya maklum buat oleh-oleh, biasanya harganya lebih murah.
Saya pun melihat-lihat pakaian yang dipajang, ternyata jatuh hati dengan kulot bermotif, sepertinya cocok ukurannya, nih.
Setelah mencoba dan ternyata ukuran dan harganya cocok, saya pun membayar melalui debit, dan pamit meninggalkan toko.

Di gang depan toko, Pak Beca dengan waspada menatap saya yang ke luar toko, siap mau mengantar. Tapi saya melambaikan tangan, menolak, karena memang mau jelajah jalan kaki keliling kawasan.

Masuk lagi ke toko lain, yang pernah saya sambangi beberapa bulan lalu, ketika kawasan masih direvitalisasi.
Tidak mendapatkan lurik yang saya harapkan, saya pun meninggalkan toko untuk jelajah lagi.

kampung batik kauman
kampung batik kauman

Tibalah di depan sebuah toko batik yang juga menjadi satu dengan sebuah coffee shop bernama Kooken Cafe & Resto.
Pas, waktunya makan siang, saya pun mampir, niatnya mau minum kopi dingin dan nyamil sesuatu.

ngadem dulu di Kooken Cafe & Resto

Kooken Cafe & Resto ini menempati ruangan di sebuah rumah lama yang arsitekturnya nampak asri, merupakan desain gabungan gaya arsitektur Eropa-Jawa.
Terdapat gabungan pilar dan lampu kristal seperti rumah di Eropa, tetapi juga terdapat ukir-ukiran di atas pintu maupun lubang jendela.
Hasil googling ternyata rumah ini dulunya adalah rumah Ketua Pertama Muhammadiyah Solo.

interior kooken cafe & resto
interior kooken cafe & resto, ruangan di dalam

Terdapat beberapa peringatan bahwa pengunjung dilarang memotret di area toko batik. Saya bahkan sempat diperingatkan staf toko untuk tidak memotret baju yang dipajang, karena di area batik banyak motif-motif.
Sudah biasa kalau di area yang berkaitan dengan art & desain, dilarang sembarangan memotret kaitannya dengan hak cipta.

Saya membeli Salted Iced Caramel dan Kebab, tetapi Kebab habis, sehingga diganti dengan Tortilla dan dipersilakan memilih tempat duduk. Saya akhirnya memilih di ruangan dalam yang lebih sejuk, karena mau update artikel melalui tab.

Belajar Membatik di Kampung Batik Kauman

workshop
workshop batik di belakang

Ketika asyik menulis dan santai menikmati hidangan, saya mendengar staf toko yang menawarkan belajar batik ke dua orang tamu yang berkunjung.
Asyik juga nih kalau sekalian belajar membatik, masih cukup waktu sambil menunggu suami dinas.

Akhirnya setelah ikut dulu shalat lohor di mushola, saya pun mendaftar untuk ikut belajar membatik seharga Rp75.000,-.
Ternyata meja tempat saya tadi rehat sudah dialas plastik, dan dipersiapkan anglo kecil dan wajan berisi lilin malam.

memilih pola & menjiplak di kanvas

Mula-mula saya diminta memilih motif, kemudian menjiplak memakai pinsil di atas kain yang sudah diberi bingkai kayu. Boleh sih mau menggambar sendiri.
Selanjutnya melapisi garis pinsil dengan lilin malam.
Di sinilah kerumitannya, karena kita harus sabar dan telaten. Padahal cuma bingkai ukuran 30X30 cm loh. Kebayang kan selembar kain batik tulis, perlu ketelatenan tingkat dewa.
Engga salah lah kalau batik tulis tuh mahal harganya.

proses membatik melapisi gambar dengan lilin malam lalu mewarnai

Setelah selesai melapisi dengan lilin, kemudian diberi warna. Sayangnya warnanya hanya empat warna dasar, merah-biru-kuning-hijau. Saya memilih warna hijau lalu dipulas ke kain. Rasanya kok kurang gimana kalau hanya satu warna, jadi setengahnya saya warnain kuning.

Setelah semua diwarnai, saya diminta menunggu, untuk melorot (meluruhkan) lilin malam. Pola yang tadinya tertutup lilin akan berwarna putih.

Penutup

toko batik lainnya dan gapura kampung batik

Setelah mendapatkan hasil membatik, saya masih melanjutkan jelajah kawasan Kampung Batik Kauman ini. Kalau dibandingkan dengan Kampung Batik Laweyan, area Kauman lebih terbuka.
Lebih banyak toko-toko dan beberapa toko memang menawarkan “Belajar Membatik”.

Menilik sejarah kawasan, dulunya kawasan ini merupakan Pemukiman Abdi Dalem yang bertanggung jawab dalam urusan keagamaan Islam. Karena mayoritas penduduknya adalah kaum ulama, kawasan ini kemudian dikenal dengan nama “Kauman” yang berasal dari kata “kaum’ artinya ulama.
Istri-istri para ulama ini kemudian mendapatkan pelatihan khusus membatik dari Keraton Kasunanan, yang awalnya bertujuan untuk memenuhi kebutuhan sandang batik keluarga keraton.

Sejak tahun 2006, Kampung Batik Kauman resmi ditetapkan sebagai kampung wisata batik di Surakarta.

Di salah satu toko saya mendapatkan blus batik cantik dengan harga terjangkau. Dan saya pun siap kembali ke hotel, karena suami sudah sampai di lobby, sedangkan kunci kamar saya yang bawa.

9 pemikiran pada “Belajar Membatik di Kampung Batik Kauman, Solo”

  1. Seru banget jalan-jalan ke Kampung Batik Solo. Suka banget kalo jalan-jalan ke sentra kebudayaan yang sudah berbentuk kampung begini. Jadi pengen belajar ngebatik lagi, deh. Pernah belajar dalam sebuah pelatihan singkat oleh dinas setempat dekat rumah. Ternyata prosesnya seru dan exciting banget. Tapi memang bahan dan alatnya gak mudah didapatkan.

    Balas
  2. Seruuu yaaa bisa jelajah kampung batik kauman, saya sendiri yang wong solo belum pernah ikut belajar membatik disana. Kapan2 kalo pulang ke solo mau ke kampung batik kauman juga deh cobain ikut kelas membatik dan cafe nya sepertinya nyaman juga yaa komplit bisa ngadem belanja dan belajr juga disana

    Balas
  3. Pasti betah nih kalau saya mengunjungi kampung batik Kauman Solo ini. Melihat gambarnya saja suasananya yang bersih, terawat dan mengingatkan akan seni arsitektur jaman dulu begitu hati ini langsung tertarik gitu deh. Warna yang mendominasi juga warna bumi kesukaan saya. Apalagi keramahan masyarakat Solo klop bikin ingin tinggal lama. Hehe…

    Balas
  4. Seru nih berkunjung ke Kampung Batik Kauman. Anakku bakalan suka nih belajar membatik di sini. Semoga libu sekolah nanti bisa mampir ke sini.

    Balas
  5. Wah seru banget mbak ini tempatnya selain buat beli oleh-oleh bisa buat belajar membatik juga. Wajib banget nih dikunjungi kalau ke Solo. Kalau soal harga gimana mbak dari satu toko ke toko lainnya? Perlu nawar apa nggak?

    Balas

Tinggalkan komentar