Dihitung jari, saya tiga kali mampir ke kawah lumpur Bleduk Kuwu ini, atau mud volcano yang terletak di Desa Kuwu, Kecamatan Kradenan, Kabupaten Grobogan, Provinsi Jawa Tengah. Tempat ini berjarak kurang lebih 28 km ke arah timur dari kota Purwodadi.
Pertama kali ke sini memang menemani Mamah, adik-adik Mamah, dan sepupu-sepupu saya, napak tilas ke kampung halamannya, Purwodadi.
Waktu itu kami menyewa bus dari Jakarta, wisata ke Jawa Tengah, sekaligus ziarah dan napak tilas kota kelahiran Mamah dan adik-adiknya.
Kedua, ketika kami sekeluarga, bersama suami dan anak-anak melakukan turing ke Jawa Timur, mampir juga ke sini. Mereka penasaran setelah saya ceritakan tentang fenomena alam ini.
Ketiga, ketika saya perjalanan ke Blora, menyambangi kota asal-usul Papah saya, kebetulan rute Solo-Purwodadi, belok kanan tak jauh dari jalur Purwodadi-Blora.

Apa itu Bledug Kuwu
Teman-teman, kalau kalian tahu tentang Lumpur Lapindo di Sidoardjo yang konon sampai sekarang masih terus bertambah volumenya. Nah, kondisi Bledug Kuwu kira-kira mirip seperti Lumpur Lapindo di Sidoardjo ini.
Letak Bledug Kuwu di tepi jalan, jadi kita membayar biaya masuk kawasan kemudian berjalan hati-hati di permukaan lumpur keabuan yang mengeras. Di beberapa tempat yang terlihat agak lembap, kita berjalan di atas tapak titian yang terbuat dari anyaman bambu.


Kawah lumpur Bledug Kuwu ini merupakan aktivitas geologi alami, ketika bumi melepaskan gas metana dari dalam teras bumi. Letupan-letupannya kecil dan muncul secara berkala ini mengeluarkan bunyi seperti ledakan. Itu sebabnya dinamakan bledug, dari kata mbledug, artinya meletus. Letupannya tidak tinggi, paling-paling setinggi 2 hingga 3 meter.

Pengunjung Bledug Kuwu bisa menunggu letupan kira-kira setiap 2 atau 3 menit, dan peristiwa inilah yang menjadi atraksi wisata di wilayah ini. Letak munculnya letupan ini pun tidak sama.
Kadang di sana, nanti tunggu saja, muncul di tempat lain.
Seru sih, waktu saya beberapa kali ke sana tersebut. Pengunjung hanya menunggu saja di tepi Bledug Kuwu, karena peristiwa letupannya ada di tengah-tengah danau kawah.
Bedanya dengan Bleduk Kuwu, kalau Lumpur Lapindo kan terjadinya “ledakan” lumpur konon akibat kesalahan prosedur pengeboran, khususnya terkait pemasangan casing yang tidak tepat. Fenomena semburan lumpur juga dianggap sebagai bagian dari proses geologi yang lebih luas, termasuk aktivitas gunung lumpur (mud volcano).
Selain itu lumpur tersebut diperkirakan berasal dari kedalaman yang besar, dan tekanan dari bawah permukaan menyebabkan lumpur tersebut menyembur ke atas, dan dampaknya merusak lingkungan dan kehidupan masyarakat sekitarnya.
Aktivitas di Bledug Kuwu
Kalau mendengar cerita dari keluarga Mamah saya, sepertinya aktivitas di Bleduk Kuwu sudah lama. Bahkan ada foto lama di zaman Belanda yang memperlihatkan aktivitas penduduk di kawasan kawah lumpur ini.

Perlu diketahui, lumpur yang menyembur berkala dari dalam bumi ini mengandung garam. Itu sebabnya ada ladang garam kecil-kecilan di tepi danau kawah. Teknisnya adalah mengalirkan air yang ke luar bersamaan dengan meletusnya lumpur. Air dari bawah permukaan lumpur itu pun dialirkan ke petak-petak yang sudah disiapkan, kemudian karena terik matahari, air ini mengering menjadi kristal. Kristal garam ini lah yang dipanen menjadi garam tradisional.
Bila kalian berkunjung ke sana, memang di tepi gerbang dan loket pembelian karcis, ada meja-meja tempat menjual garam krosok dalam kantong-kantong kecil dan air garam yang disebut “bleng”.
Air bleng sering dipakai untuk campuran baso dalam resep tradisional, sehingga baso menjadi kenyal. Atau dipakai sebagai campuran kerupuk gendar, yaitu kerupuk terbuat dari nasi yang dihaluskan. Menurut penelitian, air bleng ini kandungannya mirip dengan borax, bahan kimia yang dipakai sebagai pengawet untuk membuat mie lebih kenyal.
Kisah Legenda di Bledug Kuwu

Menariknya lagi di meja yang menjual garam krosok dan air bleng tadi, juga digelar buku-buku tipis yang dari covernya bertuliskan “Legenda Bleduk Kuwu“
Di mana-mana di objek wisata yang berkaitan dengan fenomena alam, sering dijumpai legenda yang menyertainya. Begitu pula yang terjadi di Bleduk Kuwu.
Menurut cerita turun-temurun yang beredar di kalangan masyarakat setempat, Bledug Kuwu terjadi karena adanya lubang yang menghubungkan tempat itu dengan Laut Selatan (Samudra Hindia).
Konon lubang itu adalah jalan pulang Jaka Linglung dari Laut Selatan menuju kerajaan Medang Kamulan setelah mengalahkan Prabu Dewata Cengkar yang telah berubah menjadi buaya putih di Laut Selatan.
Joko Linglung konon bisa membuat lubang tersebut karena dia bisa menjelma menjadi ular naga yang merupakan syarat agar dia diakui sebagai anak Raden Ajisaka.
Walaupun itu berupa kisah legenda, tetapi penasaran juga ya, jangan-jangan memang ada saluran yang menghubungkan dengan gunung berapi di bawah permukaan bumi.
Seperti halnya peristiwa Lumpur Lapindo, konon akibat peristiwa gempa besar di Yogya sebelumnya.
Penutup

Sebagai objek wisata, kawah lumpur Bleduk Kuwu memang tidak banyak aktivitas yang bisa dilakukan di sana. Paling-paling kita hanya melihat dari tepi kawah lumpur yang berwarna abu-abu seluas mata memandang. Nanti sesekali muncul seperti gejolak nun di kejauhan, tiba-tiba “bum” terdengar letusan dan ke luar semburan lumpur.
Waktu saya ke sana, sedang dibangun menara pandang. Mungkin sekarang lebih lengkap fasilitasnya, seperti toilet umum atau tempat minum dan makan camilan.
Di perjalanan menuju Blora, terdapat rak-rak di pinggir jalan yang menjajakan madu klengkeng, madu khas daerah sini. Waktu jalan bareng keluarga, saya membeli sebotol, yang madunya benar-benar wangi kelengkeng. Tetapi terakhir saya membeli, sepertinya sudah tidak asli lagi.

Saya rasanya ingat pernah baca legenda Bledug Kuwu ini pas jaman-jaman SD. Waktu itu, aku suka sekali baca cerita-cerita legenda. Berlanjut hingga remaja sukanya baca cerita fiksi. Eh, sekarang udah dewasa, malah lebih suka baca buku-buku pengembangan diri. Hehehe
Aku jadi pingin main ke Bleduk Kuwu juga, Mbak. Melihat secara nyata tempat yang cerita legendanya pernah kubaca sejak jaman SD. Hehehe
Kalau Lapindo sekarang sudah ga seaktif dulu Bu, semburannya sudah banyak berkurang.
Kejadian luar iasa waktu itu dan dampaknya masih terasa sampai sekarang, tetangga depan saya juga termasuk korban Lapindo.
Jika di bleduk Kuwu semburannya mengandung garam ya, kalau di Lapindo sepertinya tidak mengandung garam jadi tidak ada tambak garam seperti bleduk Kuwu
Tambak garam ini bisa jadi pendapatan masyarakat sekitar