Belajar Sejarah Melalui Keraton-keraton di Cirebon

Sebagai pemerhati sejarah, terutama sejarah arsitektur, sebisa mungkin kalau berkunjung ke suatu tempat yang ada bangunan heritage, maka ke sanalah kaki saya melangkah. Wisata ke keraton-keraton Cirebon merupakan salah satu tujuan wisata ketika ke Cirebon. Di beberapa daerah di Indonesia memang ada peninggalan sejarah berupa istana, ada yang masih menjadi tempat tinggal keturunan Sultan atau Raja sebelum Indonesia menjadi Republik, ada pula yang menjadi museum.

Sejarah Kesultanan Cirebon

Kalau dari kisah sejarahnya, bisa ditelusuri lebih jauh dari silsilah Kesultanan Cirebon yang merupakan jembatan antara dua kebudayaan, yaitu budaya Jawa dan Sunda. Kesultanan Cirebon merupakan kerajaan bercorak Islam di Jawa Barat, berdiri pada abad ke-15 dan 16 Masehi.

Nama Cirebon ada kemungkinan berasal dari nama Caruban, bahasa Sunda artinya campuran. Tetapi ada juga yang menuturkan dari asal kata Cai (air) dan Rebon (udang rebon). Waktu itu sebagaian besar masyarakat Cirebon mata pencahariannya adalah sebagai nelayan, yang menangkap ikan dan rebon (udang kecil), yang dipakai untuk pembuatan terasi dan petis.

Cirebon kemudian tumbuh menjadi pelabuhan penting di pesisir utara Jawa dan menjadi salah satu pusat penyebaran agama Islam di Jawa Barat.

Menelusuri silsilah raja-raja di Kerajaan Cirebon, berawal dari Pangeran Cakrabuana (1430-1479) yang merupakan keturunan dari Kerajaan Pajajaran.

Sebetulnya Pangeran Cakrabuana sebagai anak laki-laki tertua berhak atas tahta Kerajaan Pajajaran. Tetapi karena Cakrabuana memeluk Islam, maka posisi putra mahkota digantikan oleh adiknya.
Waktu itu agama mayoritas di Kerajaan Pajajaran adalah Sunda Wiwitan, Hindu, dan Budha.

Pangeran Cakrabuana yang mempunyai nama lain Pangeran Walangsungsang kemudian mendirikan pedukuhan yang kemudian bernama Dalem Agung Pakungwati, cikal bakal Kesultanan Cirebon.

Keraton-keraton di Cirebon

peta keraton-keraton
peta lokasi keraton-keraton di cirebon

Saya berkunjung ke keraton-keraton yang ada di Cirebon ini tidak dalam waktu bersamaan. Ada yang memang berwisata ke Cirebon, ada pula yang karena mengikuti sebuah workshop tentang Heritage.

Menurut website cirebonkota.go.id, di Cirebon ada empat keraton, yaitu:

  • Keraton Kasepuhan
  • Keraton Kanoman
  • Keraton Kacirebonan
  • Keraton Kaprabonan

Lokasi keempat keraton tersebut di tengah kota Cirebon dan saling berdekatan.

Keraton Kasepuhan

keraton kasepuhan cirebon
keraton kasepuhan
gerbang masuk keraton
gerbang masuk ke keraton

Berawal dari sebuah perkampungan yang dipimpin oleh Pangeran Cakrabuana, yang setelah naik haji bergelar H. Abdullah Iman.

Arsitektur keraton ini masih dipengaruhi kebudayaan Hindu meski sudah merupakan kesultanan Islam. Bentuk gapura dan bangunan punya beragam ornamen dan keramik dengan motif khas, ada juga pengaruh budaya Tiongkok di dalamnya.

Sebelum bernama Keraton Kasepuhan, keraton ini bernama Keraton Pakungwati. Berubah nama menjadi Keraton Kasepuhan pada masa kepemimpinan Pangeran Raja Martawijaya, sebagai putra pertama.

keraton kasepuhan
keraton kasepuhan

Untuk mencegah perpecahan, adiknya Pangeran Raja Kartawiyaha diberi wilayah lain dan mendirikan Keraton Kanoman.

Keraton Kanoman

keraton kanoman cirebon
gerbang keraton kanoman cirebon
keraton kanoman
keraton kanoman cirebon

Pangeran Kartawijaya, membangun istananya sendiri di sebelah selatan dan diangkat sebagai Sultan Anom I. Istana barunya itu dinamakan Keraton Kanoman, yang berarti “keraton yang paling muda”, terletak tak terlalu jauh dari Keraton Kasepuhan.

Desain arsitektur Keraton Kanoman amat berbeda dari Keraton Kasepuhan. Bangunan-bangunan Keraton Kanoman didominasi warna putih, dengan detail ukir dan sulur-suluran dan hiasan-hiasan keramik di dindingnya.

Terdapat berbagai peninggalan bersejarah di keraton ini seperti kereta kuda, peralatan rumah tangga, dan berbagai jenis senjata para prajurit keraton.

Keraton Kacirebonan

keraton kacirebonan
keraton kacirebonan

Keraton Kacirebonan didirikan pada tanggal 18 Maret 1808 M oleh Pangeran Muhammad Haerudin yang merupakan putra mahkota Sultan Kanoman II dari Keraton Kanoman.

Waktu itu Pangeran Muhammad Haerudin menggalang perlawanan terhadap pemerintah Hindia Belanda, lalu diasingkan ke Ambon dan Maluku. Tetapi pergolakan rakyat Cirebon malah semakin besar, kemudian Belanda pun mengembalikan Pangeran Muhammad Haerudin ke Cirebon.

Berkat campur tangan Belanda, ternyata telah mengangkat adik Pangeran Muhammad Haerudin, bernama Pangeran Imamudin sebagai Sultan Kanoman IV.
Hal inilah yang membuat Pangeran Muhamad Haerudin mendirikan Keraton Kacirebonan dengan gelar Sultan Carbon Amirul Mukminin Muhammad Khaerudin.

Keraton Kacirebonan ini memiliki nuansa gabungan arsitektur khas Belanda, Cina, dan Arab. Kekhasan tersebut akibat dari renovasi, rehabilitasi, dan penambahan bagian-bagian dan bangunan-bangunan baru di kompleks keraton sepanjang masa pemerintahan yang cukup lama. Hasilnya, keraton indah yang kini menjadi salah satu destinasi wisata Cirebon.

Keraton Kaprabonan

kaprabonan
kapabronan cirebon, sumber: hiace transport

Keraton Kaprabonan juga masih terkait erat dengan Keraton Kanoman. Keraton ini didirikan oleh pangeran dari Keraton Kanoman yang merupakan anak pertama dari Sultan Kanoman I, bernama Pangeran Adipati Kaprabon.

Pangeran Adipati Kaprabon menolak menjadi penerus raja dan malah memilih membuat pedukuhan untuk memperdalam ilmu agama Islam. Pedukuhan bernama Keprabon ini didirikan tahun 1696.

Dari segi letak dan bentuk bangunan, Keraton Kaprabonan yang paling tidak terlihat ada bangunan istananya, karena cikal-bakalnya adalah sebagai komtemplasi, untuk belajar agama. Dinamakan “keraton” melanjutkan sejak zaman penjajahan Jepang yang menjuluki pedukukan ini sebagai Keraton.

Penutup

Mempelajari keempat keraton dan adanya tiga Kesultanan di Cirebon ini, saya jadi lebih memahami bagaimana campur tangan pemerintah Hindia Belanda begitu kuat memecah belah sebuah kerajaan di masa tersebut.

Begitu ada sedikit bibit-bibit memberontak dan menggalang perlawanan terhadap pemerintah kolonial, maka dengan politik “devide et impera“, raja-raja kecil ini dipecah belah sehingga berkurang kekuatan perlawanannya.

Sekarang Indonesia telah menjadi sebuah negara yang menyatukan semua kerajaan maupun kesultanan ini menjadi bagian dari wilayah Republik Indonesia.

Kerajaan maupun kesultanan ini merupakan bagian dari sejarah kita, tidak lagi mempunyai kekuatan politik atau pemerintahan. Perannya sekarang melakukan tugas-tugas seremonial yang berkaitan dengan tradisi dan warisan budaya.

Tinggalkan komentar