Waktu itu bersama teman-teman dosen, masih ada waktu jelajah pulau Belitung, sebelum keesokan harinya pulang ke Bandung. Akhirnya kami mampir ke Museum Tanjung Pandang yang beralamat di Jl. Melati No. 41A, Kelurahan Parit, Kecamatan Tanjung Pandan, Kabupaten Belitung, Kepulauan Bangka Belitung.
Ketika kami tiba di sana, terdapat plank papan nama yang menjelaskan bahwa museum ini mempunyai nama lain Museum UPTD Pemkab Belitung, sebuah merupakan museum pertambangan.
Museum ini dahulu bernama Museum Geologi dan dibangun atas prakarsa DR. Osberger, seorang ahli Geologi berkebangsaan Belgia, pada tahun 1963 saat beliau masih bertugas di unit Penambangan Timah Belitung.
Daftar Isi
Tentang Pulau Belitung

Pulau Belitung kalau lihat di peta tidak besar, terbagi menjadi 2 kabupaten yaitu Kabupaten Belitung, beribukota di Tanjung Pandan, dan Belitung Timur, beribukota Manggar.
Ketika kami tiba di Tanjung Pandang, kemudian lanjut jelajah ke timur ke Manggar, jaraknya kurang-lebih 70 km, ditempuh hanya sekitar satu jam.
Bagi teman-teman yang masih ingat pelajaran sejarah, Pulau Belitung, atau Belitong (bahasa setempat, diambil dari nama sejenis siput laut), dulunya dikenal sebagai Billiton adalah sebuah pulau di lepas pantai timur Sumatra, Indonesia, diapit oleh Selat Gaspar dan Selat Karimata.
Sumber dari Wikipedia menuliskan, bahwa pulau ini terkenal dengan lada putih (Piper sp.) yang dalam bahasa setempat disebut sahang, dan bahan tambang tipe galian-C seperti timah putih (Stannuum), pasir kuarsa, tanah liat putih (kaolin), dan granit.
Pulau ini dahulu dimiliki Britania Raya (1812), sebelum akhirnya ditukar kepada Belanda, bersama-sama Bengkulu, dengan Singapura dan New Amsterdam (sekarang bagian kota New York). Kota utamanya adalah Tanjung Pandan.
Akhir-akhir ini Pulau Belitung menjadi tujuan wisata alam alternatif, wisata alam, budaya, dan kuliner. Wisata alam karena keindahan pantai pasir putihnya dan lautnya yang bening, cocok untuk snorkeling, karena ombaknya tidak tinggi.
Berkunjung ke Museum Tanjung Pandan

Bangunan museum tidak besar hanya berupa satu bangunan simetris, pintu masuk terletak di tengah. Di atas pintu masuk terpasang nama “Musium” dan terlihat beberapa orang sedang antri tiket masuk ke museum.
Bangunannya terlihat sudah tua dan kurang menarik.
Begitu kami masuk kedalam, pengunjung akan melihat aneka koleksi senjata peninggalan Jepang dan Belanda. Senjata-senjata tersebut berupa samurai, pedang, dan senjata laras panjang peninggalan kolonial Belanda.

Samurai peninggalan Jepang bertarikh tahun 1514 ini menjadi salah satu koleksi tertua yang dimiliki Museum Tanjung Pandan.
Tidak hanya senjata kolonial, ruang ini juga menyimpan koleksi senjata peninggalan kerajaan yang pernah ada di Belitung. Koleksi tersebut seperti keris, tombak lade, serta golok.
Sementara itu, di ruang yang lain, dapat dilihat aneka peralatan yang digunakan masyarakat Belitung tempo dulu seperti setrika, pahar, serta tempat sirih. Selain itu, ada juga perabotan rumah tangga lainnya seperti ceret, periuk tembaga, dan gantang.


koleksi peninggalan harta karun perairan bawah laut Belitung
Koleksi lain yang dapat dilihat di museum ini adalah peninggalan harta karun yang didapat di perairan bawah laut Belitung. Peninggalan tersebut berupa keramik, porselen, dan gerabah. Kesemuanya tersusun rapi di sebuah ruang khusus.
Cukup menarik perhatian saya adalah adanya maket-maket peleburan timah dari tambang-tambang yang banyak terdapat di Pulau Belitung. Seperti kita ketahui, Bangka dan Belitung merupakan dua pulau yang dulunya terkenal dengan tambang timahnya. Maket-maket ini menunjukkan jejak kejayaan penambangan timah di pulau ini.


maket tambang timah dan bangunan peleburan timah
Dahulu, museum ini bernama Museum Geologi dan didirikan oleh seorang ahli arkeologi berkebangsaan Austria bernama Rudi Osberger pada 2 Maret 1962. Seiring perkembangan zaman dan bertambahnya koleksi museum, akhirnya museum ini berganti nama menjadi Museum Tanjung Pandan.
Mini Zoo dan Taman Bermain Anak
Entah apa yang menjadi pertimbangan kebijakan Unit Pelaksana Teknis Daerah menempatkan kebun binatang mini di halaman belakang Museum Tanjung Pandan. Halaman di belakang museum memang cukup luas, ada beberapa pohon besar dan rindang yang terlihat unik karena tumbuh di atas batu.

Tidak banyak binatang yang ada di sini, yang ditempatkan di kandang dan sangkar, sebagian besar berupa unggas dan burung.

Selain itu terdapat taman bermain anak yang tidak besar tak jauh dari Mini Zoo ini. Dugaan saya untuk menarik perhatian anak, agar mau berkunjung ke museum.
Penutup
Museum Tanjung Pandan buka dari Senin sampai Minggu dari jam 08.00 WIB hingga 17.00 WIB. Untuk dapat masuk ke museum ini, pengunjung harus membeli tiket masuk sebesar Rp2.000.
Kami tak berlama-lama di museum ini, karena koleksinya tidak banyak. Sepertinya perlu dipertimbangkan mengelola sebuah museum lebih kekinian, agar generasi muda tertarik mengunjungi museum.
Selepas dari museum kami menyempatkan mengunjungi Danau Kaolin, agak di luar kota Tanjung Pandan. Danau ini terbentuk dari bekas tambah timah, sehingga airnya berwarna kebiruan dan tepi danau putih keabu-abuan, warna khas kaolin. Kaolin adalah jenis tanah liat berwarna putih akibat pelapukan batu granit.
