Setelah kami menghadiri akad nikah seorang sepupu di sebuah villa dan resto, kira-kira 30 km di utara Yogyakarta, yaitu Joglo Puluhwatu, Pakem, Sleman, kami merencanakan jelajah ke Museum Ulen Sentalu, Sleman.
Rencananya kami tidak akan ke resepsi, yang akan diadakan selepas Jumatan. Kami ganti baju, lalu memesan taxi online saja menuju museum. Nanti makan siang di kawasan museum, di IG-nya ada restoran namanya Beukenhof Restaurant.
Sepanjang jalan ternyata pemandangannya indah banget, langit cerah biru membentang, tiap belokan Gunung Merapi selalu di depan mata.

Tentang Museum Ulen Sentalu
Museum Ulen Sentalu Sleman adalah salah satu tujuan wisata belum pernah saya kunjungi, yang di dalamnya menceritakan sejarah raja-raja di pulau Jawa, terutama zaman Mataram.

Setibanya di sana, di depan pintu masuk terpampang penjelasan, ada tiga paket wisata untuk mengunjungi Museum Ulen Sentalu, yaitu:
- Tur Adiluhung Mataram, Rp 50.000,-
- Tur Skriptorium, Rp 60.000,-
- Tur Vorstenlanden, Rp 100.000,-
- English Guided Tour, Rp 100.000,-
Bingung, mending ke museum dulu atau makan siang dulu. Dari bagian tiketing mendapat tawaran untuk langsung ikut tur. Karena pukul 14:30 sudah ada booking rombongan anak sekolah.
Akhirnya kami membeli paket Tur Adiluhung Mataram, makan siang nanti sesudah tur saja.
Kami pun menunggu di lobby di depan loket pemesanan tiket, kemudian diarahkan untuk mengikuti pemandu.

Sejak awal pemandu memberi pengumuman, bahwa kami dilarang untuk merekam visual, berupa foto maupun video, ataupun rekaman suara.
Tur Adiluhung Mataram di Museum Ullen Sentalu adalah tur yang mengajak pengunjung untuk menjelajahi budaya Mataram yang adiluhung melalui koleksi museum yang meliputi syair, lukisan, foto, dan batik. Pengunjung akan diperkenalkan dengan kehidupan para bangsawan Mataram dan sejarah keraton pada masa lampau. Area yang dijelajahi dalam tur ini adalah Guwa Sela Giri dan Kampung Kambang.
Mula-mula kami menuju lorong bawah tanah, di sepanjang dinding terdapat lukisan dan foto tentang raja-raja di zaman Mataram Islam.
Seperti kita ketahui, di zaman kerajaan Mataram Islam didirikan oleh Panembahan Senopati pada abad ke-16 dan mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan Sultan Agung.
Sejatinya awalnya mereka bersaudara, kemudian pecah menjadi raja-raja di daerah Yogyakarta dan Surakarta, yaitu Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Ngayogyakarta, setelah Perjanjian Giyanti pada tahun 1755.
Menurut catatan sejarah, ada peran VOC sehingga terbitnya perjanjian dan Mataram Islam runtuh dan pecah.
Kemudian kami masuk ke sebuah bangunan kecil yang memajang kain batik di masa kerajaan Mataram ini. Tur ini juga mengenalkan tokoh-tokoh bangsawan Jawa di masa tersebut.
Berbeda dengan Tur Adilihung Mataram, Tur Skriptorium berisi presentasi hasil kajian tim riset Museum Ullen Sentalu yang menarasikan linimasa sejarah, peradaban, dan budaya Mataram Kuno atau Medang dari Dinasti Sailendra.
Kalau Tur Vorstenlanden adalah sebutan pemerintah kolonial Belanda bagi Kerajaan Mataram. Pada tur ini diceritakan kisah pemerintahan Kerajaan Mataram di masa Kesultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta beserta pemerintahan Pakualaman dan Mangkunegaran.

Beukenhof Restaurant
Selepas tur, kami tiba di pelataran yang ada semacam amphiteater kecil. Bingung mencari-cari bangunan restoran yang mana, kami mencarinya dari foto di Instagram.

Rupanya ruang restoran ada di lantai dua, maka kami pun menapaki anak tangga, dan tiba di lobby restoran yang tampak cozy.
Setelah mendapat tempat duduk di teras luar, kami pun melihat-lihat menunya.
Informasi di IG-nya, Beukenhof Restaurant menyajikan menu-menu Belanda atau fusion Indonesia-Belanda. Misalnya Indische Asem-asem Daging, Bestik Lidah, Nasi Goreng Omelet, dan aneka steak. Harga per porsi di atas Rp 50.000,-.
Sebagai penyuka hidangan lidah sapi, saya memesan Bestik Lidah seharga Rp75K, suami memesan Asem-asem Daging seharga Rp54K. Untuk dessert saya memilih Choco Lava.
Minumnya teh poci saja untuk berdua.




Menu makan siang di Beukenhof Restaurant
Dari segi rasa cukup enak, apalagi memang lapar dan agak lewat jam makan. Choco Lavanya enak banget, sesuai harapan, ada cokelat lelehnya. Soalnya beberapa kali pesan Choco Lava, cokelatnya menyatu dengan kuenya.
Penutup
Sayangnya, selama tour kami tidak boleh merekam sama sekali, baik visual maupun audial selama di dalam ruangan Museum. Jadi saya hanya bisa foto-foto suasana outdoornya saja.
Sayangnya lagi, saya tidak membawa notes untuk mencatat, jadi seingat-ingatnya saja cerita kejayaan Mataram Islam ini.

Mau memotret diam-diam pun rasanya tak pantas, karena memang peraturannya tak boleh merekam dalam bentuk apa pun. Selain itu tak ada seorang pun saya lihat yang memotret di dalam. Kita hanya boleh memotret outdoor area saja.
Next mungkin saya ikut tur lagi yang Tur Skriptorium atau sekalian Tur Vorstenlanden, karena tiap tur area yang dijelajahi dan durasinya berbeda.

Ada satu hal yang perlu untuk dipertimbangkan bila akan mengunjungi Museum Ulen Sentalu, Sleman ini, yaitu lokasinya yang di luar kota Yogyakarta. Di Google Map, jaraknya 26,2 km ke D’Senopati Malioboro Grand Hotel, hotel tempat kami menginap.
Beberapa kali memesan taxi online, ternyata tidak ada yang mau pick-up, ada yang terlalu jauh, atau menolak fitur hemat. Apalagi waktu itu hari makin sore dan sepi, satu-satu pengunjung yang membawa kendaraan pribadi mulai meninggalkan museum.
Setelah tiga kali ditolak, akhirnya kami mendapatkan juga taxi online dengan harga standar, mengantarkan kami ke hotel, sekalian mampir terlebih dahulu ke toko oleh-oleh.