Teman-teman pernah kah masuk ke galeri atau sebuah pameran seni, lalu bingung melihat isi pamerannya? Mengamati karya seni di Semarang Contemporary Art Gallery merupakan pengalaman tersendiri ketika suatu siang saya jalan-jalan bareng suami ke Kota Lama Semarang.
Waktu itu kami naik taxi online dari Lawang Sewu, rencananya mau nyoba makan pizza di Spiegel Bar & Bistro, jadi kami diturunkan di jalan utama kawasan, Jalan Letjen Suprapto.
Melipir di tepi gedung Spiegel ada halaman, di ujungnya tampak sebuah bangunan lama, bertuliskan Semarang Contemporary Art Gallery di atas pintunya.
Kami masuk, ada bapak security tempat kami membeli tiket masuk seharga Rp25.000,- per orang. Pada tiket tertera Semarang Gallery, nama lain bangunan ini.
Daftar Isi
Sejarah Semarang Gallery
Sama halnya bangunan-bangunan lain di kawasan Kota Lama Semarang, terjadi peralihan fungsi dan kepemilikan berkali-kali, hingga menjadi galeri seni seperti sekarang.
Dulunya di tahun 1822, lokasi galeri seni ini dikenal sebagai tempat tinggal pendiri Gereja Gedangan Pastur L Prinsen yang beralamat di Jalan Paradeplein Utara Blok LA No 5. Bangunan tersebut juga difungsikan sebagai tempat ibadah umat Katolik sebelum ada Gereja Gedangan pada 1875.
J.H. Seelig & Son (1886), agen, importir, sekaligus pelayanan jasa reparasi alat musik, yang semula berada di Jl. Cenderawasih, berdekatan dengan Stadschouwburg, juga menempati bangunan tersebut.
Kepemilikan gedung kemudian beralih ke tangan Tasripin, pengusaha Semarang terkemuka, yang menyewakan pada berbagai perusahaan besar, termasuk juga dealer kendaraan bermotor.
Pada tahun 1937, suatu perusahaan Asuransi bernama De Indische Llyod milik Oei Tiong Ham Concern merupakan kantor awal yang mendiami gedung Semarang Gallery ini.

Dalam perjalanannya bangunan tersebut, setelah ditempati oleh pengusaha pribumi masa kolonial Tasripin, terakhir digunakan sebagai pabrik sirup Segar hingga akhir tahun 1998.
Selain itu juga sempat dijadikan sebagai pabrik serta gudang. Sampai pada akhirnya tahun 2007, Chris Darmawan seorang kolektor seni memugar bangunan ini dialihfungsikan menjadi Semarang Gallery.


Apa itu Seni Kontemporer
Merujuk dari berbagai sumber, seni kontemporer adalah istilah pada semua bentuk seni visual yang diciptakan pada masa kini. Berbeda dengan seni klasik atau modern yang memiliki batasan gaya dan teknik yang lebih tegas, seni kontemporer lebih bersifat terbuka dan eksperimental. Seni ini mencerminkan perubahan sosial, budaya, dan teknologi yang terus berkembang.
Ciri-ciri seni kontemporer, senimannya memiliki kebebasan berekspresi, tidak terikat oleh aturan atau gaya tertentu, seniman kontemporer bebas bereksplorasi dengan berbagai media dan teknik. Seringkali senimannya menggabungkan berbagai disiplin ilmu seperti seni rupa, pertunjukan, teknologi, dan bahkan ilmu pengetahuan.
Bila kita mengamati karya yang dipamerkan, maka karya seni kontemporer seringkali merespon isu-isu sosial, politik, dan budaya yang sedang terjadi. Sering terjadi juga, seniman kontemporer seringkali bereksperimen dengan bahan-bahan dan teknik-teknik baru.
Banyak karya seni kontemporer melibatkan penonton secara aktif, misalnya melalui instalasi interaktif atau pertunjukan, 3D dan disertai audio.
Sejenak Berkunjung di Semarang Contemporary Art Gallery

Siang itu setelah kami membeli tiket masuk galeri, kami diarahkan menuju pintu kaca di depan petugas. Di dinding terpampang plakat peresmian galeri dan sejarah gedung ini. Gedung ini bukan merupakan satu gedung utuh dengan halaman di sekelilingnya, tetapi berbagi dinding dengan gedung lain dan fungsi lain.
Setelah revitalisasi kawasan, banyak perubahan fungsi di kawasan ini, terutama kuliner dan coffee shop.

Kami masuk ke sebuah ruangan besar berdinding putih berlantai semen difinish mengkilap. Berderet karya-karya seni dipamerkan berbagai media berupa lukisan cat minyak di kanvas maupun media lain. Ada juga lukisan di kain yang menggunakan teknik batik.

Di atas terlihat void (ruang berlubang) dengan railing kaca, sehingga kita bisa melihat ruang pamer di lantai atas.
Kali ini temanya berjudul “Tujuh Menguak Rupa”, merupakan pameran dari tujuh perupa yang masing-masing memamerkan beberapa karya dengan konsep berbeda.
Ada yang temanya alam, kritik sosial, dan lain-lain.
Kami pun naik ke lantai atas, melalui tangga kayu dengan railing kaca, sehingga ruangan memang terasa ringan dan minimalis. Tidak ada kesan sebuah bangunan lama yang usianya sudah puluhan tahun.



tangga menjadi elemen interior
Ada ruangan lain yang lebih kecil dipamerkan karya salah seorang peserta pameran ini. Karya Gatot Pujiarto ini judulnya “Rantai Makanan”, berwarna dominan hijau dan guratan biru campur kuning. Pada keterangan tertera, canvas-acrylic-textile-thread, berukuran 200×150 cm, dan diselesaikan tahun 2022.
Canvas-acrylic-textile-thread, artinya karya dilukis di atas canvas dengan media cat acrylic mix dengan kain dan benang.
Lukisan ini menarik dari jauh, dan ketika didekati, diamat, dan diresapi…sebetulnya saya masih mikir juga sih, “Rantai Makanan” nya yang mana ya?…


Memang, sama halnya dengan teman-teman lain, mencermati karya perupa kita perlu waktu untuk memahami maksud yang disampaikan oleh senimannya.
Apalagi seni kontemporer memang menganut kebebasan berekspresi, jauh berbeda dengan pelukis naturalis, yang melukis benda sesuai aslinya.
Penutup

Berkunjung ke sebuah galeri seni selalu menarik bagi saya yang latar belakang pendidikan keteknikan. Memahami karya perupa memang perlu waktu, dan tidak bisa hanya dijenguk selewat.
Seringkali juga sebuah karya diapreasi tergantung pada berbagai kemungkinan. Bisa selera masyarakat, bisa karena viral, bisa juga ketokohan dari senimannya.
Buat kalian yang sedang jalan-jalan di Kawasan Kota Lama Semarang, bisa mampir ke sini, jam bukanya sebagai berikut:
- Senin-Tutup
- Selasa-10.00–20.30
- Rabu-10.00–20.30
- Kamis-10.00–20.30
- Jumat-10.00–20.30
- Sabtu-10.00–20.30
- Minggu-10.00–20.30
Setelah puas mengamati lukisan-lukisan yang ada, kami pun menuju ke gedung sebelah. Saatnya kulineran…
Sumber:
Change The Function Of Colonial Buildings For Independent Businesses In Semarang Old Town-jurnal