Wisata Sejarah ke Ex Pabrik Gula De Tjolomadoe, Karang Anyar

Selepas dari Museum Manusia Purba di Sangiran, rencananya kami mampir ke Colomadu, sebuah kawasan ex pabrik gula zaman dulu di Karang Anyar, Solo. Di perjalanan suami cerita, dulu beberapa kali main ke Solo ke daerah pabrik gula ini waktu-waktu tertentu terdengar peluit panjang menggema ke sekitarnya. Wah, zaman kapan itu?

dari museum sangiran ke de tjolomadoe
dari museum sangiran ke de tjolomadoe

Ternyata kalau baca Wikipedia, Colomadu itu dulu sebuah pabrik gula yang didirikan tahun 1861 oleh Mangkunegara IV, ketika masih di era pemerintahan Kolonial Belanda. Di masa pemerintahan Republik Indonesia masih beroperasi hingga tahun 1998, kemudian berhenti karena krisis moneter.

Jelajah Ex Pabrik Gula De Tjolomadoe

de tjolomadoe
area parkir masih sepi
ex pabrik gula de tjolomadoe
di depan ex pabrik gula de tjolomadoe

Ketika kami tiba di Ex Pabrik Gula De Tjolomadoe ini, kawasan ini baru banget selesai direnovasi. Setelah hampir 20 tahun mangkrak, Kementerian BUMN melakukan revitalisasi pabrik bersama beberapa pihak untuk menjadikan aset cagar budaya ini berfungsi kembali di bawah pengelolaan PT Sinergi Colomadu.

di depan de tjolomadoe

Driver taxi online yang kami sewa memarkirkan kendaraan di halaman parkir yang luas. Area ini tampak sepi. Driver pun memberi waktu kami masuk ke dalam, sedangkan dia menunggu di area parkiran.
Seingat saya, mungkin karena baru banget direnovasi, jadi belum ditarik biaya untuk masuk ke dalam.
Hanya ada sedikit pengunjung yang sama dengan kami, keliling-keliling saja mengamat ruangan yang sangat luas dengan peralatan bekas pabrik gula yang luar biasa besarnya.

Menurut informasi pabrik ini dirancang oleh seorang ahli berkebangsaan Jerman bernama R. Kampf dan mulai beroperasi tahun 1862. Di masa tersebut, di Eropa sana merupakan zamannya Arsitektur Modern, ketika ditemukan material baru untuk struktur dan fungsi baru. Banyak desain-desain pabrik berkembang di Eropa yang rupanya sampai juga ke Indonesia.

de tjolomadoe sumber collectie tropenmuseum
COLLECTIE TROPENMUSEUM Suikerfabriek Tjolomadoe (Malang Djiwan) , tahun 1860-1870an

Kami tiba di sebuah ruangan, yang di atasnya ada penjelasan Stasiun Gilingan

Di sini batang-barang tebu yang baru saja dipanen, dipilih, dan dicacah di mesin berupa mesin giling besar banget. Terlihat mesinnya kuat dan kokoh.
Mesin-mesin ini semua sudah dibersihkan dan dicat warna abu-abu.
Engga kebayang sih waktu dalam kondisi aslinya dan mesin ini berputar menggiling batang tebu, untuk mendapatkan air perasan gula berupa nira.

stasiun gilingan

stasiun gilingan

bermacam mesin-mesin proses pembuatan gula

Selanjutnya cairan tebu dibawa menuju Stasiun Pemurnian, untuk memisahkan kandungan non-sugar dan proses menghilangkan kotoran.

Lanjut kami diarahkan menuju ke area Stasiun Ketelan.
Berupa ketel-ketel untuk memasak dan mengentalkan cairan gula dan proses selanjutnya adalah Stasiun Kristalisasi. Proses pemasakan ini memakan waktu cukup lama sampai cairan nira ini menjadi gula kristal.

Langkah terakhir adalah Stasiun Putaran, yaitu memisahkan kristal gula dari larutan (stroop) yang masih menempel. Selanjutnya dilakukan pendinginan untuk mempertahankan kristalnya.

mesin penggiling
tampak mesin
mesin buatan tahun 1915

Konon menurut catatan sejarah, hasil produksi dari pabrik gula De Tjolomadoe ini dipasarkan ke wilayah lokal seperti Banda Neira (Maluku) dan ke luar negeri hingga ke Singapura dan Belanda.

Pengelolaan pabrik gula yang dimiliki oleh Mangkunegaran ini menjadi pusat industri pengolahan tebu pada masa Hindia Belanda. Uniknya lagi pengelolaannya justru dikelola sendiri oleh pihak Mangkunegaran dan memiliki luas 1,3 Ha di atas lahan seluas 6,4 Ha. Di kemudian hari, lahan perkebunan pun semakin luas hingga mencapai 1187, 47 Ha kebun tebu.

Pemilihan nama Colomadu yang memiliki arti “gunung madu” yang diharapkan memberikan kekayaan Mangkunegaran.

Pasang surut pengelolaan pabrik gula juga melandar De Tjolomadoe, sempat beralih pengelolaan ke Pemerintah Kolonial Hindia Belanda, kemudian dikembalikan lagi di bawah Mangkunegaran.

Ketika Indonesia merdeka kemudian diambil alih oleh Pemerintah Indonesia. Kejayaan pabrik gula ini kemudian semakin redup, seiring juga beralihnya petani tebu menanam tanaman lain yang dianggap lebih menguntungkan. Di sisi lain, lahan perkebunan juga beralih menjadi permukiman.

halaman de tjolomadoe

Penutup

Dibanding tahun 2018 ketika kami berkunjung ke ex pabrik gula De Tjolomadoe, memang terlihat area pabrik bersih dan masih belum sepenuhnya dimanfaatkan.
Waktu itu hanya di salah satu sudut dipakai pameran sebuah perguruan tinggi, kemudian di area lain dipakai berjualan beberapa produk kerajinan asli Solo.
Tata letak dan pola sirkulasinya belum dipikirkan dengan matang, terlihat dari pengunjung yang mondar-mandir mengamati mesin-mesin raksasa.

Penjelasan tentang proses renovasinya pun masih sederhana, berupa poster-poster.

proses renovasi
poster proses renovasi

Beberapa tahun kemudian area-area bekas pabrik gula De Tjolomadoe ini didesain dan dialihfungsikan menjadi beberapa objek wisata dan sudah tertata lebih baik.

Dari berbagai sumber, tercatat bahwa ruangan Stasiun Gilingan kemudian difungsikan sebagai Museum Pabrik Gula, area Stasiun Ketelan sebagai area Food & Beverage. Stasiun Penguapan menjadi area Arcade, Stasiun Karbonatasi sebagai area Art & Craft.

Kemudian Besali Cafe sebagai F&B, Tjolomadoe Hall atau concert hall dan Sarkara Hall sebagai ruang serba guna.
Area concert hall dapat menampung 2.000–3.000 pengunjung dengan 520 tempat duduk penonton tersedia di area tribun hall.

pabrik gula de tjolomadoe
de tjolomadoe dari tepi jalan

De Tjolomadoe buka setiap hari Selasa hingga Minggu. Jam operasi0nal mulai pukul 09.00-17.00 WIB.

Harga tiket masuk untuk wisatawan lokal Rp 40.000,- per orang dan untuk pelajar mulai Rp 30.000,-. Wisatawan mancanegara Rp 200.000,-.

Menata kembali bangunan lama tinggalan zaman pemerintah Hindia Belanda yang usianya sudah ratusan tahun banyak dijumpai di beberapa kota di Indonesia. Melalui penataan yang baik, kita jadi bisa belajar sejarah melalui artefak tinggalan masa lalu.

Selepas mengelilingi bagian dalam dan luar pabrik yang sangat luas ini, kami pun kembali ke Solo. Hari sudah siang ketika kami tiba di Solo dan di drop oleh driver di sebuah rumah makan dekat hotel.
Waktunya menikmati santap siang berupa Selat Solo yang legendaris di kota Solo.

selat solo mbak lies
maksi selat solo mbak lies

Tinggalkan komentar