Engga Bosen Berkunjung Ke Gedung Lawang Sewu, Semarang

Tahun lalu merupakan kedua kalinya saya berkunjung ke Gedung Lawang Sewu di Semarang. Mungkin di antara teman-teman bloger ada yang sudah mampir ke sana dan foto-foto cantik. Mungkin juga bahkan di antara teman pernah menulis artikel tentang Lawang Sewu ini.

Pertama kali saya ke Gedung Lawang Sewu ketika saya ikut suami ke Semarang dalam rangka bimbingan disertasinya ke salah satu profesor promotornya. Waktu itu saya pergi sendiri ke gedung ini, membeli tiket dan memilih berkeliling didampingi oleh pemandu wisata.

Nah, sekarang saya ke sini lagi, wisata tipis-tipis bareng suami. Sementara suami ya sudah beberapa kali juga ke Lawang Sewu.
Beda teman seperjalanan, ternyata beda pengalaman yang diperoleh, malah lebih interaktif. Tentunya akan beda lagi pengalaman bila berwisata bersama keluarga atau rombongan.

Sejarah Lawang Sewu

gerbang masuk

Sudah tahu kan ya, Lawang Sewu adalah gedung bersejarah milik PT Kereta Api Indonesia (Persero) yang awalnya digunakan sebagai Kantor Pusat perusahaan kereta api swasta Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatschappij (NIS). Gedung Lawang Sewu dibangun secara bertahap di atas lahan seluas 18.232 m2. Bangunan utama dimulai pada 27 Februari 1904 dan selesai pada Juli 1907. Sedangkan bangunan tambahan dibangun sekitar tahun 1916 dan selesai tahun 1918.

Zaman Hindia Belanda ini ada memang ada beberapa perusahaan kereta api yang beroperasi di beberapa wilayah Indonesia. NIS merupakan perusahaan swasta yang bergerak di bidang kereta api. Hal ini berkaitan dengan kebutuhan pada saat itu untuk mengangkut hasil perkebunan dan pertanian menuju pelabuhan Semarang, menggantikan angkutan tradisional pedati.

Seperti halnya gedung-gedung lama peninggalan Kolonial Belanda, maka gedung ini juga mengalami perubahan fungsi berkali-kali. Sempat diambil alih Jepang dan digunakan sebagai Kantor Riyuku Sokyoku (Jawatan Transportasi Jepang)
Tahun 1945 menjadi Kantor Eksploitasi Tengah DKARI (Djawatan Kereta Api Republik Indonesia).
Tahun 1946 dipergunakan sebagai markas tentara Belanda sehingga kegiatan perkantoran DKARI pindah ke bekas kantor de Zustermaatschappijen.

Setelah pengakuan kedaulatan RI tahun 1949 digunakan Kodam IV Diponegoro.

Pada tahun 1994 gedung ini diserahkan kembali kepada kereta api (Perumka) yang kemudian statusnya berubah meniadi PT Kereta Api Indonesia (Persero). Pada tahun 2009 dilaksanakan restorasi oleh PT Kereta Api Indonesia (Persero).
Selanjutnya di tanggal 5 Juli 2011 dilakukan peresmian Purna Pugar Cagar Budaya Gedung A Lawang Sewu.

Belajar Arsitektur Melalui Gedung Lawang Sewu

Saya sempat browsing ke beberapa artikel atau review di tripadvisor tentang Gedung Lawang Sewu yang sekarang menjadi objek wisata favorit di kota Semarang.
Beberapa review negatif menyampaikan bahwa wisata ke sini membosankan, pemandunya engga OK, terlalu banyak orang, dan lain-lain. Bahkan ada yang cuma masuk sekilas, lalu ke luar lagi, udah aja…

Saya tidak menyalahkan wisatawannya, mungkin beda peminatan saja, sih.

Saya sendiri memang pemerhati wisata sejarah, terutama gedung-gedung heritage di mana pun. Jadi kalau mengunjungi gedung setaraf Lawang Sewu ini pastilah saya pelajari arsitekturnya.

Kami datang ke Gedung Lawang Sewu pagi hari, sesudah sarapan soto bening dulu di pojokan jalan, di belakang gedung.
Setelah membeli tiket, kami ditawari memakai pemandu, dan kami memilih memakai pemandu. Biasanya bersama pemandu suka dibawa ke ruangan-ruangan yang engga umum sih…

Jelajah Gedung A Lawang Sewu

spot foto sejuta umat

Gedung A Lawang Sewu adalah gedung utama yang besar menghadap ke sudut jalan, bentuknya L.

Bangunannya dirancang oleh Prof. Jakob F. Klinkhamer dan B.J. Ouendag, arsitek dari Amsterdam dengan ciri dominan berupa elemen lengkung dan sederhana.

Bangunan di desain menyerupai huruf L serta memiliki jumlah jendela dan pintu yang banyak sebagai sistem sirkulasi udara. Karena jumlah pintunya yang banyak maka masyarakat menamainya dengan Lawang Sewu yang berarti seribu pintu. Menurut keterangan beberapa sumber, jumlah pintu dan jendela sekitar 928 daun pintu.

Selain jumlah pintu dan jendela yang banyak, langit-langit (plafond/ceiling) ruangan juga tinggi sehingga tidak terasa sumpek.

Ketika mengunjungi gedung Lawang Sewu, masuk ke dalam bangunan, kenapa terasa sejuk? Ini disebabkan sirkulasi udara yang lancar dan mengalir. Dalam dunia arsitektur, pengolahan desain seperti ini mengikuti kaidah arsitektur tropis yaitu menerapkan ventilasi silang pada bangunan.

Desain gedung Lawang Sewu yang unik ini memiliki ornamen kaca patri pabrikan Johannes Lourens Schouten. Kaca patri tersebut bercerita tentang kemakmuran dan keindahan Jawa, kekuasaan Belanda atas Semarang dan Batavia, kota maritim serta kejayaan kereta api. Ragam hias lainnya pada Lawang Sewu antara lain ornamen tembikar pada bidang lengkung di atas balkon, kubah kecil di puncak menara air yang dilapisi tembaga, dan puncak menara dengan hiasan perunggu.

Bangunan ini juga terdapat bangunan menara yang juga berfungsi sebagai ventilasi udara sekaligus menambah kesan estetika dari bangunan Lawang Sewu. Banyaknya bukaan-bukaan (pintu, jendela, dan ventilasi) dapat memaksimalkan pada pencahayaan bangunan Lawang Sewu sehingga tetap terlihat terang tanpa lampu di siang hari. Pencahayaan juga didapatkan pada ruangan yang terdapat kaca patri didalamnya, menghadap arah matahari terbit.

di halaman dalam, di latar belakang adalah bangunan B dan C

Sampai Ke Atap Gedung B

Selain kami dipandu mengelilingi ruangan-ruangan di gedung Lawang Sewu saya juga diajak ke atap (attic) di Gedung B, naik melalui tangga batu. Ruangan di bawah atap ini cukup besar dan lega, tampak bersih dan nyaman. Di sepanjang sisinya tampak jendela-jendela kaca yang cukup bersih.

Kedua kalinya saya ke Lawang Sewu, naik juga saya ke attic ini.
Dulu sebelum renovasi ruangan di bawah atap menjadi sarang kelelawar, sekarang masih ada sih beberapa kelelawar bergelantungan.

ruang di bawah atap
attic (ruang di bawah atap)

Nah, kalau dulu saya juga ditawari turun ke rubanah (ruang bawah tanah) atau basement. Sedangkan ketika sama suami, dia engga mau, dan waktu itu basement masih tertutup untuk umum.

Cerita tentang rubanah ini memang didesain oleh arsiteknya yang berfungsi untuk mendinginkan ruangan karena selalu terisi air hujan. Terlihat di gambar konstruksinya lantai gedung memang agak naik ke atas.

Di masa penjajahan Jepang ruangan ini dijadikan penjara jongkok, jadi para tahanan ini harus dalam posisi jongkok supaya terendam hingga batas leher. Itu sebabnya banyak cerita-cerita seram tentang ruang bawah tanah ini.

Dulu saya difasilitasi sepatu boot sih untuk turun ke bawah, karena kan berair, becek, dan udaranya pun lembap.

Menyambangi Gedung C

Gedung C, letaknya di halaman belakang. Hanya satu bangunan dan kecil saja. Saya penasaran, karena kata pemandu, ada gambar-gambar konstruksi di pajang di sana.
Ternyata Gedung C ini malah yang pertama dibangun di komplek ini, menjadi embrio pembangunan komplek, serta berfungsi sebagai tempat percetakan karcis kereta api.

Gambar-gambar konstruksi yang saya cari terpampang di panel-panel pameran. Gambarnya sangat detail, dan semua digambar manual loh. Kan belum ada AutoCAD zaman segitu mah.

gambar konstruksi
gambar potongan, terlihat di bawah lantai ada ruangan kosong untuk mendinginkan lantai
gambar tampak
gambar tampak gedung A

Menariknya lagi, ada lemari kaca yang memajang aneka bahan atau ramuan untuk mengawetkan kayu. Pantas saja ratusan kusen seluruh gedung ini bebas rayap sampai ratusan tahun kemudian. Ternyata sebelumnya melalui proses pengawetan memakai bahan-bahan alami, antara lain tembakau rajangan, cengkeh, pelepah pisang, sirlak, dan lain-lain.

Di Gedung C ini juga dipamerkan peralatan sinyal zaman dulu, dan proses replika beberapa elemen bangunan. Jadi yang terlihat mentereng sekarang ini, tidak seluruhnya asli, tetapi ada beberapa komponen yang replika atau tiruannya.
Tapi salut sih dengan para pekerjanya yang bisa membuat tiruan dari material zaman sekarang, karena mencari material yang sama persis tentunya sangat sulit atau bahkan tidak ada.

Penutup

Dua kali ke Gedung Lawang Sewu Semarang saya menemukan hal-hal baru, dan melihat banyak detail-detail yang belum saya amati waktu pertama kali ke sini.
Pemandunya pun berbeda dan product knowledge-nya lebih mumpuni dari sebelumnya. Saya jadi tahu ada engsel jendela di bawah daun jendela, sehingga sirkulasi angin langsung ke atas.
Saya jadi tahu bahwa sejak dulu ada pintu geser, yang sekarang kembali trend.

salah satu pintu geser yang masih berfungsi

Saya juga mengagumi bahwa betapa tukang-tukang zaman dulu sangat teliti dan detail, walaupun arsiteknya orang Belanda.

Buat teman-teman yang tertarik ke Lawang Sewu, berapa sih tiket masuknya?

Harga Tiket Masuk Lawang Sewu

  • Dewasa: Rp20.000 per orang
  • Anak: Rp10.000 per orang
  • Turis asing: Rp30.000 per orang

Harga Tiket Masuk Area Immersive

  • Dewasa, anak, dan turis asing: Rp15.000 per orang

Paket Tiket Masuk Lawang Sewu + Area Immersive

  • Dewasa: Rp30.000 per orang
  • Anak: Rp20.000 per orang
  • Turis asing: Rp40.000 per orang

Harga Tiket Masuk Area Bawah Tanah

  • Dewasa, anak, dan turis asing: Rp50.000 per orang

Alamat : Jl. Pemuda, Sekayu, Semarang Tengah, Semarang, Jawa Tengah, Indonesia, 50132.

Mengunjungi gedung-gedung bersejarah merupakan keasyikan tersendiri bagi turis yang menyukai karya-karya arsitektur. Bahkan akhir-akhir ini cukup trend di antara generasi muda untuk memelihara pelestarian budaya di Indonesia.

Semoga bermanfaat.

Tinggalkan komentar