Belajar Bumi dan Manusia di Museum Manusia Purba, Sangiran

Banyak yang bisa diceritakan bila kita mengunjungi kota Solo. Ada beberapa museum di kota ini yang sudah pernah kami kunjungi, antara lain Museum Radya Pustaka, Museum Keris Nusantara, Istana dan Keraton. Lalu ada Candi Sukuh dan Candi Cetho, agak di luar kota Solo. Akhirnya dari hasil browsing, kami mendapatkan Sangiran, Museum Manusia Purba, di Kabupaten Sragen.

Menuju Sangiran

Rencananya Sabtu pagi kami akan berangkat ke Sangiran. Cari-cari informasi di internet, katanya ada bus kota dari kota Solo ke Karanganyar, kemudian kami bisa sambung dengan shuttle. Tak yakin dengan informasi yang ada, iseng-iseng saya cek aplikasi taxi online. Ternyata tarif dari hotel depan stasiun KA ke Sangiran, limapuluhribu rupiah.

Kami pun memesan taxi online. Ternyata driver tak terlalu tahu letak Sangiran, dan heran, ngapain kami ke sana? Dari hasil obrolan, driver masih terheran-heran, kalau kami ke sana, bagaimana pulang kembali ke Solo-nya? Karena Sangiran itu desa, dari jalan raya Solo-Purwodadi, masih masuk lagi ke dalam.
Akhirnya, kami bargaining, antar kami ke Sangiran, sesudahnya kami carter mobilnya untuk ke tempat lain.

Lokasi Situs Sangiran

Situs Sangiran terletak di antara kabupaten Sragen dan kabupaten Karanganyar-Jawa Tengah, kira-kira 15 km dari kota Surakarta. Lokasi ini tepatnya masih 4 km dari tepi jalan raya, memiliki area luas 56 km2, terletak di lembah sungai Bengawan Solo dan di kaki gunung Lawu. Lokasi situs Sangiran dinamakan sebagai kawasan Kubah Sangiran.

Menurut laporan UNESCO (1995), Sangiran diakui oleh para ilmuwan untuk menjadi salah satu situs yang paling penting di dunia yang mempelajari fosil manusia.
Disejajarkan dengan situs Zhoukoudian (Cina), Willandra Lakes (Australia), Olduvai Georga (Tanzania), dan Sterkfontein (Afrika Selatan). Oleh sebab itu tahun 1996, kawasan Sangiran termasuk dalam salah satu Situs Warisan Dunia UNESCO, sebagai Sangiran Early Man Site.

Situs Sangiran sendiri pertama kali ditemukan tahun 1883 oleh P.E.C. Schemulling. Kemudian Eugene Dubois turut serta melakukan penelitian di sini tetapi tidak terlalu intensif. Di kemudian hari, Dubois lebih memusatkan penelitian di kawasan Trinil, Ngawi. Bahkan temuan Dubois di Trinil disebut-sebut merupakan Missing Link yang ramai dibahas dalam Teori Darwin.

Di tahun 1934, Profesor Von Koenigswald pertama kali menemukan fosil rahang bawah Pithecanthropus Erectus (salah satu spesies dalam taxon Homo Erectus), dan merupakan cikal bakal situs Sangiran menjadi Museum Manusia Purba.

Sekarang ini situs Sangiran selain menjadi obyek wisata yang menarik juga merupakan area penelitian tentang kehidupan pra sejarah terpenting dan terlengkap di Asia, bahkan dunia. Menariknya, di area situs Sangiran ini pula jejak tinggalan berumur 2 juta tahun hingga 200.000 tahun masih dapat ditemukan hingga kini, bahkan relatif utuh. Beberapa temuan fosil di sekitar Sangiran justru ditemukan oleh penduduk sekitar, yang kemudian dilaporkan ke Dinas Purbakala.

Kawasan dan Klaster Museum

museum manusia purba sangiran
museum manusia purba, sangiran

Ketika kami masuk ke kawasan Sangiran, ada gerbang berbentuk gading besar, kemudian kami harus membeli tiket masuk untuk orang dan kendaraan. Kami pun ditawari, apakah akan memakai pemandu wisata menemani kami di dalam museum.

Menurut penjelasan, fee untuk pemandu sekitar limapuluh ribu rupiah selama sekitar 2 jam. Kami pun sepakat akan memakai jasa pemandu wisata. Kan kurang afdol bila masuk ke museum, celingukan sendiri.

Museum Manusia Purba Sangiran mulai dibuka tahun 2011 dan dikembangkan menjadi lima klaster di seluruh situs Sangiran. Adapun kawasan tersebut adalah:

  • Klaster Krikilan: situs yang merupakan pusat kunjungan dilengkapi dengan Museum Manusia Purba Sangiran.
  • Klaster Bukuran: memberikan informasi tentang penemuan fosil manusia prasejarah di Sangiran dan menjadi pendukung Klaster Krikilan.
  • Klaster Ngebung: merupakan titik awal dilakukannya penggalian sistematis dan situs sejarah penemuan situs Sangiran.
  • Klaster Dayu: terletak di Desa Dayu memberikan informasi tentang penelitian terbaru.
  • Lapangan Museum Manyarejo: klaster pendukung dari Situs Sangiran serta menjadi bentuk apresiasi kepada para peneliti dari berbagai disiplin ilmu dan masyarakat sekitar yang telah menghasilkan berbagai penemuan penting kepurbakalaan.
museum manusia purba sangiran
situs manusia purba sangiran

Museum Manusia Purba Sangiran

Di Museum Manusia Purba Sangiran kita dapat memperoleh informasi lengkap tentang pola kehidupan manusia purba di Jawa dan belajar berbagai ilmu pengetahuan seperti Antropologi, Arkeologi, Geologi, dan Paleoanthropologi.

Ada 3 gedung utama yang merupakan satu kesatuan rancangan sebuah Museum, yaitu: Sangiran, Langkah-langkah Kemanusiaan, dan Masa Keemasan Homo Erectus.

Sepertinya Museum Manusia Purba Sangiran memang didesain sebagai Museum. Berbeda dengan beberapa museum yang saya kunjungi, awalnya adalah rumah tinggal yang beralihfungsi menjadi museum. Sehingga seringkali, museum itu ibaratnya gudang yang menyimpan berbagai benda peninggalan apa saja.

Museum yang didesain dengan baik bisa kita amati dari bentuk bangunan, pola sirkulasi, tata interior, dan informasi visualnya.

Kekayaan Sangiran (Wealth of Sangiran)

kekayaan sangiran

Gedung pertama bernama Kekayaan Sangiran.

Di sini kita diperkenalkan asal muasal terjadinya Kubah Sangiran. Jadi ya teman-teman, ceritanya terjadi pergeseran tektonik, bisa gempa, bisa letusan gunung Lawu purba, dan berbagai informasi lainnya. Hingga visualisasi lapisan bumi terangkat dan memunculkan segala sesuatu yang tadinya terpendam jauh di dalam bumi.

Seperti kita ketahui, bumi kan terdiri dari lapisan-lapisan. Nah, kita bisa mengetahui umur bumi ya dari sisa mahluk-mahluk di setiap lapisan yang sudah jadi batu.
Di gedung ini ada beberapa fosil mulai dari gajah purba, ikan, replika kura-kura, yang ukurannya giant alias guede. Kemudian berbagai diorama aktivitas manusia purba.

Menariknya, ada poster yang menjelaskan bahwa manusia purba volume otaknya 870cc, sedangkan makin ke sini, otak manusia volumenya bertambah menjadi 1100cc. Maksudnya, kita makin pintar kan ya …

Selepas dari gedung ini, kami keluar ke selasar yang mengarahkan ke gedung lainnya. Selasarnya berbentuk ramp, artinya jalannya ada kemiringan, untuk masuk ke gedung (2)

Langkah-langkah Kemanusiaan (Steps of Humanity)

steps of humanity
steps of humanity

Masuk ke gedung 2 dinamakan gedung Langkah-langkah Kemanusiaan (Steps of Humanity), di sini akan diperkenalkan perjalanan evolusi manusia. Awalnya ada pemutaran film pendek terlebih dahulu tentang teori Big Bang. Itu, lho, salah satu teori dalam ilmu fisika yang mencoba menjelaskan awal mula adanya alam semesta.

Kemudian kami melangkah ke ruangan yang memperlihatkan berbagai urutan evolusi manusia sejak manusia purba hingga manusia modern.

Pernah dengar kan teori Missing Link dari Charles Darwin? Menurut penelitian, manusia purba yang ditemukan di Trinil mengisi kekosongan Missing Link tersebut.

Gedung (2) ini terdiri dari dua lantai. Jadi setelah menyusuri diorama berbagai evolusi, migrasi, bahkan diorama para peneliti yang berkiprah di Indonesia, kami turun ke bawah.
Kemudian keluar menuju ke gedung terakhir.

Masa Keemasan Homo Erectus (Golden Era of Homo Erectus)

Golden Era of Homo Erectus

Di gedung ketiga ini merupakan ruangan yang berisi diorama besar yang memberikan pandangan seluruh wilayah Sangiran dengan gunung berapi seperti gunung Lawu. Gunung Lawu berada di latar belakang, sedangkan manusia dan hewan di latar depan, seolah kejadian 1 juta tahun yang lalu. Di gedung ini juga dijelaskan bahwa sebagian besar diorama adalah karya pematung palentologis internasional bernama Elisabeth Daynes.

di gedung 3

Menariknya di gedung ini juga menayangkan bahwa di Indonesia masih ada jejak manusia purba yang bernama Manusia Flores (Homo Floresiensis) ditemukan kerangkanya di Liang Bua, Flores.

manusia flores
manusia flores

Gedung ini merupakan gedung terakhir. Begitu keluar dari gedung, kita tiba di pelataran dengan lansekap tertata apik. Kita bisa jalan-jalan, foto-foto, dan menyusuri seluruh fasilitas yang ada di kawasan Krikilan ini. Ada gedung pertemuan lain di bawah, mushola, dan toilet umum.

Untuk keluar kawasan, kita diarahkan melewati beberapa los cenderamata dan warung makan yang menjual makanan cepat saji, misalnya mi baso, kopi, dan lain-lain.

Penutup

mempelajari bumi dan halaman belakang museum

Sudah selesai, deh, perjalanan kami mengunjungi Museum Manusia Purba di Sangiran ini. Kami cukup puas menapaki jejak manusia purba ini, yang seloroh suami, mereka merupakan saudara tua kita.
Informasinya lengkap disertai dengan efek digital. Hanya saja tata lampunya agak kurang terang, jadi harus edit foto supaya mendapatkan hasil yang lebih baik.

Waktu itu kami barengan dengan rombongan anak-anak SMP, yang menurut saya kurang perhatian dan sama sekali tidak membaca setiap informasi yang ada. Mereka hanya ramai berombongan masuk Museum, kemudian ke luar lagi.

Belakangan saya baru tahu bahwa ada Museum lainnya yaitu: Museum Manusia Purba Klaster Bukuran, Museum Klaster Ngebung, dan Museum Klaster Dayu. Next lah…saya ingin tahu juga museum-museum lainnya tersebut.

Oh ya, jangan lupa cek jadwal terlebih dahulu ya. Rata-rata museum di Indonesia, TUTUP tiap hari Senin.

Selanjutnya kami melanjutkan perjalanan, mampir terlebih dahulu ke Colomadu, sebelum kembali lagi ke Solo.

Nanti ya, akan saya tuliskan tentang Colomadu tersebut.

Tinggalkan komentar