Pernah kah membayangkan bahwa kita berada di bawah pepohonan nan hijau dan asri bisa juga menonton pertunjukan sendratari? Saya membaca berita tentang Taman Balekambang Solo, auto membayangkan malam hari duduk di panggung terbuka di bawah temaram sinar bulan.
Dua kali saya berusaha mampir ke sini. Pertama, bersama teman peneliti, gagal, karena pas ke sana penuh sulit mendapatkan parkir. Kedua, diantar teman bloger Solo, mbak Sita, gagal juga, karena hari Senin, tutup. Akhirnya ketiga kali saya menyempatkan ke sana weekday, sendirian, naik grab ride dari hotel.
Jelajah Taman Balekambang Solo


Saya didrop di depan gerbang utama di taman ini. Hari masih pagi, tapi kota Solo panasnya udah menyengat. Tiket masuk Rp5.000,- saja, dan harus membayar tunai. Belum tersedia cashless atau qris.
Saya pun jalan ke dalam, melihat-lihat dan menyambangi beberapa bangunan yang ada. Ada bangunan yang berupa balai atau pendopo dengan gaya desain berbeda-beda.
Makin ke dalam ada Gedung Kesenian yang atapnya blenduk, seperti jamur. Oh, ini toh yang sering dibahas di antara teman-teman dosen Arsitektur, karena analognya macam-macam.
Seperti jamur lah, seperti blangkon lah…
Di depan Gedung Kesenian terdapat peta petunjuk beberapa bangunan, fasilitas, kolam, maupun danau yang ada di Taman Balekambang.


Di sebelah Gedung Kesenian terdapat taman yang bertuliskan “Taman Balekambang” berwarna merah. Kemudian jalan lagi di baliknya terdapat Sky Walk.

Seru juga jalan-jalan di Sky Walk di bawah rerimbunan pohon, yang membuat panasnya cuaca Solo lumayan bisa diredam.
Saya pun naik ke sini, jalan puter-puter, minta bantuan sepasang remaja untuk memfoto saya. Maklum saya belum siap punya tongsis.

Skywalk adalah sebuah struktur pejalan kaki yang ditinggikan. Beberapa desain skywalk ada yang terbuat dari kaca atau material transparan lainnya, yang memungkinkan orang untuk berjalan di atas ketinggian dengan pemandangan yang luas ke bawah dan sekelilingnya.
Skywalk di Balekambang terbuat dari material PVC dengan motif kayu warna cokelat dan berpagar terbuat dari baja hollow.
Seorang fotografer profesional menggelar lapak siap menawarkan mengambil foto untuk pengunjung, baik foto sendirian maupun grup. Nantinya sang fotografer siap sekalian mencetak fotonya.
Di bagian belakang kawasan yang telah direvitalisasi seluas mencapai 87.020 meter persegi terdapat kolam dan danau kecil yang juga menyewakan perahu untuk berkeliling.
Setelah puas jelajah sampai ke belakang, saya pun kembali menyusuri jalan setapak.
Di balik dinding dengan bentuk melingkar, melalui lorong, ternyata saya tiba di sebuah amphiteater yang cukup besar.
Pohon tinggi dan teduh berdiri tegak di sela-sela bangku penonton, seolah menjadi payung alami bagi penonton. Matahari walaupun bersinar cukup terik mendekati pukul 11 waktu itu, hanya terasa bayang-bayangnya.

Saya membayangkan kalau malam hari berada di sini dan menonton pertunjukkan, kita tidak perlu AC, akan tetap terasa sejuk.
Setelah cukup berfoto, saya pun bersiap untuk meninggalkan Taman Balekambang Solo ini. Karena saya datang pas weekday, jadi tidak ada acara khusus, yang biasanya digelar saat weekend.
Sejarah Taman Balekambang Solo
Menurut yang saya baca di media online, Taman Balekambang baru dilakukan revitalisasi pada tahun 2008.
Dulunya taman ini menjadi simbol besarnya kecintaan seorang ayah kepada putrinya. Taman Balekambang yang didirikan pada 26 Oktober 1921 merupakan persembahan Kanjeng Gusti Pangeran Aryo Adipati Mangkunegoro VII kepada kedua putrinya, Gusti Raden Ayu Partini Husein Djayadiningrat dan Gusti Raden Ayu Partinah Sukanta.
Ketika awal didirikan, taman yang asri ini belumlah dinamakan Taman Balekambang. Ada dua nama yang disematkan pada taman ini, karena taman ini memang terdiri dari dua bagian. Yang pertama adalah Partini Tuin (Taman Air Partini), sementara yang kedua adalah Partinah Bosch (Hutan Partinah).
Area yang pertama dinamakan Partini Tuin atau Taman Air Partini, berfungsi sebagai penampungan air untuk membersihkan kotoran-kotoran yang ada di dalam kota juga digunakan untuk bermain perahu.
Area yang kedua bernama Partnah Bosch artinya Hutan Partinah yang ditanami tumbuhan langka seperti kenari, beringin putih, beringin sungsang, dan apel coklat. Fungsi dari taman kota ini adalah sebagai resapan dan paru-paru kota.
Pantas waktu saya ke sana itu, pohon-pohonnya sudah jadi, tinggi, dan rimbun. Dateng ke sana walaupun siang hari, tidak terasa panas dan terik.
Pada mulanya taman ini tidak buka untuk umum pada masa pemerintahan KGPAA Mangkunegara VII, baru pada era KGPAA Mangkunegara VIII Taman Balekambang mulai dibuka untuk umum.
Sejak itu mulai diselenggarakan beragam kesenian untuk rakyat seperti ketoprak lesung. Kesenian ini ialah ketoprak yang diiringi dengan alunan musik lesung.
Penutup

Setelah itu Taman Balekambang Solo direvitalisasi mulai dimultifungsikan sebagai taman seni & budaya, taman botani, taman edukasi, dan taman rekreasi.
Di beberapa sudut taman dilengkapi dengan tempat duduk-duduk santai dan bangku-bangku, kemudian ada area tempat berkeliaran kawanan angsa, kera, dan rusa.
Di bagian paling belakang, terdapat Taman Reptil Balekambang. Taman ini baru diresmikan pada tahun 2012. Hadirnya taman ini tidak terlepas dari banyaknya komunitas pecinta reptil yang berkumpul di Taman Balekambang.
Amphiteater yang saya lihat tersebut mampu menampung sekitar 1.000 penonton, bahkan bisa untuk pementasan Sendratari Ramayana yang digelas setiap malam bulan purnama.
Memang tak salah kalau Taman Balekambang Solo ini juga berperan sebagai taman edukasi di antara pepohonan asri.
Sumber:
https://www.rmoljawatengah.id/air-mancur-menari-lengkapi-kecantikan-taman-balekambang