7 Obyek Wisata di Flores, Antara Budaya dan Religi

Flores adalah sebuah pulau yang berada di wilayah administrasi Provinsi Nusa Tenggara Timur, Indonesia. Bentuknya pipih memanjang, sedangkan kata Flores berasal dari bahasa Portugis “cabo de flores” yang berarti ‘tanjung bunga’. Di ujung barat dan timur Pulau Flores ada beberapa gugusan pulau kecil. Di sebelah timur ada gugusan Pulau Lembata, Adonara, dan Solor, sedangkan di sebelah barat ada gugusan Pulau Komodo dan Rinca. Di bagian selatannya juga terdapat pulau Nuca Molas. Berbagai objek wisata di Flores mulai dari wisata budaya, alam, religi, yang unik tersebar di beberapa tempat di wilayah ini.

Objek Wisata Desa Adat

Di Flores, selain Kampung Adat Bena di Bajawa, masih terdapat beberapa Desa Adat yang cukup unik untuk menjadi tujuan wisata. Desa-desa tersebut selain masih dihuni seperti halnya desa pada umumnya, ada pula yang menyiapkan semacam homestay untuk wisatawan.

Desa-desa adat di Flores tersebar di beberapa wilayah, yang tiap desa mempunyai keunikan bentuk, tata letak dan nama-nama rumah masing-masing. Desa-desa tersebut di antaranya adalah:

Kampung Adat Ruteng Pu’u, Ruteng

kampung adat ruteng pu'u
kampung adat ruteng pu’u, ruteng

Kampung Adat Ruteng Pu’u terletak di Kelurahan Golo Dukal, Kecamatan Langke Rembong, Manggarai, NTT. Jaraknya hanya 5 km dari pusat kota Ruteng, mudah dicapai karena jalan menuju Ruteng Pu’u sudah diaspal bagus.

kepala kampung dan foto konstruksi atap rumah adat

Ketika kami sampai di sana, kampung adat Ruteng Pu’u berbentuk lingkaran oval, ada halaman luas berada di tengah, kemudian gundukan batu dan pohon agak besar. Di halaman tampak dijemur hamparan gabah dan kopi, hasil bumi utama bumi Flores.

Di sekeliling halaman ada jalan setapak terbuat dari batu. Terlihat hanya 2 buah rumah adat yang cukup besar berupa rumah panggung dengan bentuk atap kerucut yang tinggi. Di bagian belakang rumah adat dengan posisi di bawah tampak beberapa rumah lain.

Desa Wae Rebo, Manggarai

desa adat wae rebo, manggarai

Desa Wae Rebo, desa terpencil dan tersembunyi di tengah perbukitan Pulau Flores. Desa Wisata Wae Rebo dikenal sebagai desa terdingin dan tertinggi di Indonesia.

Letaknya yang berada di 1.200 meter di atas permukaan laut, membuat desa ini cukup jauh dari hiruk-pikuk perkotaan.

Untuk mencapai desa ini, sobat akan mengunjungi jalan berkelok-kelok di tengah hutan lebat, sawah yang hijau nan subur dan juga pemandangan sungai yang berair jernih.

Rumah-rumah di Desa Wae Rebo bentuknya sangat unik dan menjadi satu-satunya ciri dari desa ini. Struktur dan konstruksinya yang terbuat dari kayu membuat desa ini pernah terbakar habis.
Arsitek Yori Antar kemudian melakukan desain ulang dan membangun kembali memberdayakan warga setempat untuk membangun kembali rumah tradisional di wiayah di ujung barat Flores itu.

konstruksi ulang mbaru niang

Desa Jopu, Ende

Desa ini terletak di Kabupaten Sikka, Desa Jopu dan menjadi destinasi wisata untuk mempelajari budaya Suku Lio.
Perlu diketahui di Flores, ada belasan suku yang mempunyai adat-istiadat, bahasa daerah, dan bentuk rumah adat dengan ciri khas tertentu.

Jika di Desa Wae Rebo memiliki Mbaru Niang sebagai ciri khas, maka di Desa Jopu mereka memiliki Sa’o ria yang artinya Tenda Bewa atau rumah besar.

Rumah besar, atau rumah adat ini di gunakan untuk acara-acara adat dan keagamaan. Di Sa’o ria juga memiliki kepala adat atau kepala suku “musalaki” dalam setiap rumah, biasanya musalaki adalah seorang anak laki-laki pertama dari keturunan asli suku Lio.

Objek Wisata Religi

Bangsa Portugis menurut catatan sejarah sebetulnya tidak sepenuhnya menjajah Indonesia, terutama Flores. Tujuan mereka ke Flores adalah untuk mencari cendana dan syiar agama Katolik.

Itu sebabnya di Flores, agama Katolik mengakar dengan kuat. Hal ini ditandai dengan dibangunnya gereja-gereja yang cukup megah, sehingga menjadi objek wisata religi.
Beberapa gereja tersebut antara lain:

Gereja Sikka

gereja sikka, sikka

Gereja yang aslinya bernama St. Ignatius Loyola berdiri tegak disinari matahari sore dengan latar belakang birunya langit Flores. Kami pun bergegas turun dan mengamati keindahan arsitekturnya. Dari segi gaya arsitektur tampak bahwa gereja ini dibuat berabad yang lalu, dari bentukannya memang merupakan ciri gereja Katolik.

Menurut petugas, gereja ini mulai dibangun tahun 1893, dan diresmikan pada tanggal 24 Desember 1899. Struktur gereja berbahan kayu jati yang khusus didatangkan dari pulau Jawa dan belum pernah diganti sejak awal didirikan.

Gereja Katedral Ruteng

gereja Santa Maria Assumpta-Santo Yosef, Ruteng

Gereja bergaya arsitektur Eropa ini merupakan bangunan baru, dibangun tahun 1996, kemudian diberi nama Santa Maria Assumpta-Santo Yosef. Bangunannya sangat megah di atas tanah seluas 4000 m2. Gerejanya setinggi bangunan dua lantai, dengan lantai mezzanine di bagian belakang.

Kami hanya sebentar mampir di sini. Teman-teman kami yang beragama Katolik menyempatkan berdoa di dalam gereja, sedangkan yang lain menunggu dan foto bersama.

Gereja Katedral Lama

gereja lama
gereja katedral lama

Waktu kami jalan kaki dari hotel menuju Pasar Ruteng, Katedral ini sudah terlihat monumental di ujung jalan pertigaan. Dalam hati, ini tata kotanya seperti kota-kota di Eropa, Gereja merupakan ujung atau pusat orientasi kota. Ternyata memang Gereja Katedral lama ini, yang bernama Gereja Santo Yosef, merupakan peninggalan zaman Belanda.

Menurut catatan sejarah gereja ini dibangun tahun 1929 dengan dua menara menempel di kanan-kiri bangunan dengan atap segi delapan yang mengerucut berhias salib di ujungnya. Keunikan gereja ini berdinding merah, sehingga dinamakan juga dengan Red Chappel.

Dibandingkan Gereja Sikka waktu kami mampir selepas mengunjungi Lepo Lorun. Gereja Sikka jauh lebih tua daripada Gereja Katedral Lama, walaupun struktur atapnya mirip.

Cancar Spiderweb Rice Field

cancar spider web
cancar spider web, ruteng

Persawahan Cancar dengan pola jaring laba-laba, terletak di desa Cancar, kira-kira 17 km dari Ruteng, tak jauh dari jalan raya menuju Labuan Bajo. Untuk mendapatkan pemandangan yang baik dan pola sawah jaring laba-laba terlihat jelas, kami harus naik dahulu melalui jalan setapak menuju bukit Weol. Persawahan Cancar, terkenal dengan nama Cancar Spiderweb Rice Field, dalam bahasa setempat disebut Lingko.

Lingko adalah tanah adat yang dimiliki secara komunal untuk memenuhi kebutuhan bersama dan kearifan lokal satu-satunya di dunia yang membagi petak sawah mengikuti pola radial. Titik pusat pembagian petak disebut Lodok, ditentukan oleh tetua adat, dan pembagiannya disesuaikan dengan kepala keluarga dalam suatu komunitas adat.

selfie di depan cancar spider web

Penutup

Tujuh objek wisata di Flores di atas tersebut hanyalah sebagian kecil saja dari puluhan objek wisata di sana. Ketika saya dan teman-teman melakukan perjalan wisata darat selama enam hari, belum semua tempat disambangi.
Apalagi kami melakukan jalan darat dari Timur ke Barat melalui jalur selatan, menempuh jalan berkelok-kelok menyisir tebing bukit dan lembah. Belum pun melalui jalur utara yang konon juga menawarkan objek wisata tak kalah menarik.

Tinggalkan komentar