Ketika awal saya melihat penampakan Omah Lowo Solo ini sudah lama banget. Waktu itu menghadiri sebuah acara bedah buku di sebuah hotel yang lokasinya berseberangan dengan rumah ini. Dinamakan Omah Lowo yang artinya “rumah kelelawar” dalam bahasa Jawa, karena kalau magrib dan menjelang malam, kelelawar beterbangan ke luar dari atap bangunan kuno ini. Mana waktu itu kan rumahnya tak berlampu, gelap, lalu kelelawar bergerombol terbang. Melihatnya gimana gitu…Kayaknya engga ada satupun orang berani dekat-dekat ke rumah tersebut.
Daftar Isi
Omah Lowo Solo Kini
Beberapa tahun yang lalu saya membaca artikel seorang teman bloger yang menyambangi Omah Lowo yang bertransformasi menjadi Rumah Heritage Batik Keris.
Indah banget bangunan tersebut. Engga mengira, dari rumah yang tampak spooky tersebut bisa ke luar kecantikannya setelah puluhan tahun terbengkalai.
Pada suatu kesempatan ke Solo, saya diajak oleh teman bloger, mbak Sitatur, berkunjung ke sana. Menurut informasi dari mbak Sita, kalau mau masuk ke dalam, harus membeli batik. Boleh beli apa aja. Tapi, dasarnya saya penuh perhitungan, engga pe-de, kalau engga beli, apalagi, Batik Keris, kan batik kualitas premium.
Kami berdua hanya foto bangunan dari samping pas pintu masuk.

Penasaran sih tetap ada…
Akhirnya bareng suami, menyempatkan lah mampir magrib menjelang malam ke Omah Lowo Solo ini.

Kami masuk ke dalam, diterima di ruang utama toko batik yang terpajang aneka produk Batik Keris, mulai dari baju wanita-pria dan anak-anak. Termasuk kain, selendang, tas, dan lain-lain.
Sehelai kain batik yang saya pegang, tak kurang dari 500ribuan per lembar.

Saya mau beli merchandise batik apa saja lah. Skip kalau kain sih, selain masih ada bahan batik di rumah, masih engga pe-de dengan harga Batik Keris.
Saya tuh ke sini mau lihat-lihat bangunannya.
Sebagai pemerhati bangunan heritage, saya selalu berusaha menyambangi bangunan bersejarah dan belajar proses renovasi atau revitalisasi sebuah kawasan.
Seperti kita ketahui, bangunan tua, baik bangunan tradisional maupun bangunan gaya arsitektur kolonial bertebaran di seluruh Indonesia, termasuk kota Solo.
Setelah melihat dan membolak-balik berbagai produk yang dipamerkan, akhirnya nemu dong, gantungan kunci berbentuk dompet batik produk UMKM. Bisa juga untuk menyimpan koin. Kami membeli dua buah seharga masing-masing 30ribuan, itung-itung sebagai tiket masuk ke bangunan utama Omah Lowo Solo.
Sip…

Bersama beberapa pengunjung lain, kami dikumpulkan di lobby bangunan lama, didampingi oleh pemandu yang akan menjelaskan sejarah bangunan ini.
Bangunan Utama Rumah Keluarga Sie Dhian Hoe

Menurut penjelasan pemandu, Omah Lowo Solo ini dulunya dimiliki oleh keluarga Sie Dhian Hoe, sejak tahun 1910.
Sie Dhian Hoe adalah salah satu pengusaha Tionghoa, yang memiliki berbagai bidang usaha. Bisnis yang dimiliki Sie Dhian Hoe, bidang bisnis antara lain penerbitan, perkebunan serta pemilik pabrik es yang berada di seberang Omah Lowo yang bernama pabrik es Sie Dhian Hoe.
Masa perang kemerdekaan, Omah Lowo menjadi salah satu tempat persembunyian para gerilyawan Indonesia untuk menahan laju serangan Belanda dan Inggris yang ingin kembali menguasai Pulau Jawa.
Setelah kemerdekaan, bangunan ini diberikan kepada Pemerintah Indonesia.
Setelah Indonesia merdeka, bangunan Omah Lowo digunakan sebagai Kantor Veteran, yang seiring dengan waktu tahun 1980-1990 digunakan sebagai Kantor Pegadaian, Asrama Militer dibawah Kokon Kolog DAM VIII/Diponegoro, Kamar Dagang Kota Solo dan Kantor Haji Solo.
Penggunaan dominan Kantor Veteran dan berlangsung lama serta menempati bangunan utama (depan), menjadikan masyarakat mengenalnya sebagai Bangunan Veteran.
Setelah tahun 1983, Omah Lowo dimiliki perorangan, yaitu Mohammad Hadi dan Yasri Haryosari Tantowiryono
Tahun 2015 kepemilikan beralih ke Willy Widodo Herlambang. Sejak tahun 2016 sampai sekarang kepemilikan Omah Lowo atas nama Handianto Tjokrosaputro, pemilik Batik Keris.

Proses Restorasi Omah Lowo Solo

Sebuah buku berjudul “Heritage Istana Batik Keris, Ceritamu dari Masa ke Masa” yang tergeletak di salah satu rak, selepas saya mengunjungi rumah utama, menarik perhatiaan saya.
Di halaman depan sebuah pengantar dari Ibu Lina Kusyanto Tjokrosaputro.
Membaca paragraf demi paragraf, ternyata suami Ibu Lina, Bapak Handianto Tjokrosaputro, mempunyai buyut bernama Kwee Tiong Djing, seorang pengusaha batik rumahan.
Kwee Tiong Djing memiliki putra, bernama Kasoem Tjokrosaputra (Kwee Som Tjiok), yang dikemudian hari mengembangkan bisnis batik rumahan menjadi Batik Keris sebesar sekarang.

Menurut keterangan pada buku, Handianto Tjokrosaputro merupakan keturunan pemilih Omah Lowo, Sie Dhian Hoe (beberapa literatur menuliskan sebagai Sie Djian Hoe), dari pihak ibu.
Pantas saja, bangunan ini mengalami restorasi besar-besaran karena diambil alih oleh keluarga sendiri, yang oleh pemerintah daerah diresmikan menjadi bangunan cagar budaya.
Pada awalnya, bangunan yang dimiliki oleh Sie Dhian Ho ini hanyalah memiliki dua bangunan saja, yaitu bangunan A dan B. Kemudian Batik Keris membeli bangunan yang terletak tepat dibelakang Omah Lowo (bangunan C), sehingga menjadi satu kesatuan di halaman yang sama.
Sekarang bangunan A, merupakan Galeri Batik, yang memamerkan karya batik premium di setiap ruangan, selang-seling di antara furnitur kuno dan elemen interior lainnya.

Di salah satu sudut ruangan terdapat meja bulat ala furnitur Tiongkok yang tergeletak album foto proses restorasi bangunan.


Kenapa disebut restorasi?
Restorasi adalah mengembalikan bangunan ke kondisi aslinya pada periode waktu tertentu yang dianggap signifikan secara historis atau arsitektur.
Sedangkan renovasi adalah memperbaiki, memperbarui, atau mengubah sebagian atau seluruh bagian bangunan untuk meningkatkan fungsi, kenyamanan, estetika modern, atau menyesuaikan dengan kebutuhan pemilik saat ini.

Restorasi Omah Lowo Solo boleh dibilang cukup besar-besaran, karena mengganti seluruh atap, supaya lebih aman.
Sedangkan dinding dan hampir seluruh lantai merupakan lantai asli. Kotoran kelelawar selama puluhan tahun menutupi lantai rumah lama, menjadi semacam lapisan alami melindunginya dari kerusakan.
Pada beberapa tempat yang rusak karena tertimpa benda besar sehingga pecah, tetap dibiarkan apa adanya.
Lantai semua ruangan membuat saya berdecak kagum. Bisa ya rumah berabad yang lalu, lantai terbuat dari ubin ini bisa mempunyai pola yang unik.
Seperti halnya rumah kuno zaman Belanda, ada banyak teras dan ruangan tamu yang sangat luas. Pintu masuk pun tidak langsung, tetapi melalui teras terlebih dahulu, lalu masuk ke ruangan semacam foyer.
Di dalam terdapat ruang besar, mungkin dulunya untuk ruang keluarga. Hampir semua tepi dindingnya sampai setinggi di atas satu meter dilapisi keramik bermotif yang diberi list.
Terlihat pengerjaan rumah sejak awal sangat detail, sehingga proses restorasi yang mengembalikan keindahan asli rumah ini perlu diacungi jempol.

Penutup

Setelah cukup banyak mendapatkan penjelasan dari pemandu, kami pun ke luar ke halaman luar, yang dulunya merupakan pintu masuk utama. Pemandu pun pamit, untuk kembali ke depan.
Sayangnya sore itu hujan mulai turun, sehingga kami hanya sebentar keliling halaman, kemudian keluar melalui jalan setapak di belakang gedung A dan B, melalui KM untuk pengunjung, dan tiba kembali ke dalam toko batik (Gedung B).
Nantilah kapan-kapan ingin coba juga kulineran di Gedung C, yang berfungsi sebagai cafe.
Terima kasih ibu atas tulisan yang menambah pengetahuan saya. Saya pernah tinggal di solo kurang lebih 2thn. Omah lowo ini setiap hari saya lewati berangkat dan pulang kerja. Proyek saya hotel harris solo, kost saya belakang hotel aston. Mohon ijin mengambil gambar ibu utk saya posting di IG saya, mau saya tambahkan dengan foto omah lowo yang pernah saya foto tahun 2017 jika diperkenankan.